Minggu, 05 Mei 2013

tugas Tingkah Laku Ternak




Tugas Terstruktur : Tingkah Laku Ternak (2008)
Penulis : Intan Nur Ilhami Rasyid, S.Pt
Lokasi : Fakultas Peternakan Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto             
Tingkah laku atau etologi hewan praktis telah merupakan hal yang penting sejak masa prasejarah. Tingkah laku ini dimanfaatkan oleh para pemburu dan kemudian oleh masyarakat untuk menjinakkan hewan-hewan tersebut. Sampai pada pertengahan abad ini, para ilmuwan di bidang pertanian tidak banyak mengenal ilmu tingkah laku hewan baik secara praktis sebagai hal yang penting maupun sebagai hal yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.
Banyak penelitian yang pada mulanya telah dilakukan memuat deskripsi mengenai aspek-aspek tingkah laku yang telah didefinisikan dengan baik. Para ilmuwan yang mempelajari hewan dalam lingkungan asalnya disebut ethologist. Beberapa sumbangan pemikiran dibuat oleh para ilmuwan psikologi yang mempelajari hewan dalam lingkungan laboratorium yang terkontrol, yang kemudian mengubah factor-faktor lingkungannya satu demi satu dan mencatat pengaruh tersebut pada tingkah laku hewan.
Etogram merupakan catalog yang tepat dan terperinci yang memuat respons yang membentuk tingkah laku hewan. Etogram sangat berguna untuk mengetahui hewann mengatasi macam-macam lingkungan dan pengalaman. Perincian dapat dengan mudah dikenal melalui film dan kaset video. Selanjutnya, etogram terbentuk dari tiap elemen pola reaksi. Perlu diketahui para ilmuwan etologi terdahulu tidak mempunyai metode yang canggih untuk mengumpulkan dan menganalisa data tetapi dapat menghasilkan etogram yang sangat baik dengan pengamatan yang teliti yang dilakukan dengan menggunakan sebatang pensil dan sebuah buku catatan.
Salah satu dari banyak klasifikasi tingkah laku hewan adalah tingkah laku ingestif. Tingkah laku ini mempunyai arti yang lebih luas dari sekedar mencari makan, seperti halnya ternak mamalia yang masih mukda yang mendapat makanan dalam bentuk susu cair. Lagi pula, pengertian ini lebih luas mengarah ke seluruh jenis kegiatan ini.

BAB  II
PEMBAHASAN
            Istilah tingkah laku ingestif ini meliputi bukan hanya memakan pakan solid tetapi juga menyusui anak dan meminum pakan cair. Mempertahankan konsumsi pakan yang cukup untuk hidup dan suksesnya reproduksi merupakan hal yang sangat penting bagi semua spesies ternak. Karena itu, mengerti pola tingkah laku yang digunakan oleh hewan untuk mencari, mendapatkan, menyeleksi dan memakan pakan penting sekali untuk berhasilnya pengembangan usaha peternakan.
Seleksi pakan pada kondisi penggembalaan bebas sangat tergantung pada pola dasar tingkah laku ingestif. Manusia bisa menggunakan beberapa control dengan beberapa usaha seperti pemagaran atau pengawetan pakan pada saat persediaan pakan banyak untuk dipergunakan pada waktu kekurangan pakan.
Dalam keadaan dikandangkan secara intensif, seperti system potong-angkut yang umumnya berlaku di Indonesia, manusia mengontrol kebanyakan faktor-faktor yang mempengaruhi tingkah laku ingestif. Hal ini meliputi jenis dan jumlah pakan yang tersedia dan tempatnya, periode waktu selama pakan tersedia bagi ternak dan kelompok social ternak yang bersaing untuk mendapatkan pakan. Tetapi walaupun dalam keadaan yang terbatas dan bahkan bila ternak diberi makan secara individu, faktor-faktor social mempengaruhi tingkah laku ingestif dan jumlah pakan yang dimakan.

2.1       Pola makan sapi pada saat penggembalaan bebas
  Ketika ternak sapi diberi pakan dalam jumlah yang terbatas dalam waktu tertentu, mereka tidak punya pilihan kecuali memakan semua pakan yang diberikan. Pada pemberian pakan secara berlebihan, pola makan sehari-hari akan berkembang.
Pada sapi dengan penggembalaan sub-tropis, periode merumput terjadi paling banyak ketika rumen diisi dengan rumput yang baru dan hal ini terjadi menjelang pagi sampai pagi, senja sampai matahari terbenam dengan satu periode lebih singkat kira-kira tengah malam. Periode 24 jam dibagi secara jelas menjadi periode merumput, mengunyah dan beristirahat. Di daerah tropis, siklus merumput biasanya sebaliknya. Pada waktu tengah hari yang panas, sapi beristirahat di bawah naungan atau dekat tempat air dan terdapat periode merumput yang panjang pada malam hari. Sapi berhenti merumput pada saat dia kepanasan, terutama bagi sapi yang berasal dari daerah sub-tropis. Di daerah tropis, sapi yang di tempatkan dalam kandang tertutup pada malam hari tanpa persediaan pakan atau air, konsumsi pakannya sering menurun secara nyata, terutama pada sapi yang mempunyai adaptasi yang kurang baik yang berasal dari daerah sub-tropis seperti sapi Frisiean Holstein, yang tidak diberi pakan selama hari panas.
Secara umum, sapi meluangkan waktu 8-10 jam untuk merumput, tetapi mempunyai fleksibilitas yang cukup untuk menyesuaikan waktu merumput untuk mempertahankan jumlah pakan yang dimakan pada periode banyak angin dan hujan, cuaca panas ketika merumput terhenti. Mereka juga bisa mengatasi peningkatan kebutuhan fisiologis dari periode akhir kebuntingan dan laktasi apda beberapa keadaan yang beda.
Dalam keadaan cuaca panas dan lembab, aktivitas makan sapi tertinggi pada waktu suhu udara lebih rendah yaitu pada pagi hari. Terdapat suatu hal yang menarik tetapi tidak ada pengamatan yang pasti yang menyatakan bahwa domba dan sapi bisa meramalkan keadaan panas  yang akan terjadi dan dengan demikian mereka merumput lebih dini dalam satu hari di bandingkan dengan tipe Zebu yang mempunyai daya adaptasi yang lebih baik dalam keadaan panas.

2.2       Penyesuaian diri terhadap jumlah pakan yang dimakan oleh sapi
            Waktu yang digunakan oleh sapi untuk makan tergantung pada spesies ternak itu sendiri, status fisiologisnya (seperti pertumbuhan, periode akhir kebuntingan, laktasi dan juga ternak yang tidak bunting, tidak laktasi dan ternak dewasa), serta tipe dan persediaan pakan. Iklim yang sangat ekstrim juga berpengaruh. Sementara jumlah pakan yang dimakan meningkat pada keadaan cuaca dingin.
Pada saat padang rumput dalam keadaan kering, sapi  meningkatkan waktu untuk merumput (contoh pada sapi biasanya merumput 12 jam tetapi dalam keadaan padang rumput kering berubah menjadi 14 jam). Semua hewan bisa juga bervariasi dalam jumlah pakan yang dimakannya dengan mengubah jumlah gigitan per menit dan meningkatkan besarnya regutan tersebut.

2.3       Perbedaan spesies ternak dalam preferensi pakan di padang rumput
            Preferensi atau pemilihan pakan adalah berbeda di antara jenis ternak herbivora. Tetapi, semua jenis lebih suka memakan daun daripada batang atau bahan dengan warna hijau (muda) daripada bahan yang kering (tua). Bila jumlah pakan yang tersedia berkurang, maka akan terdapat kecenderungan bahwa ternak menjadi kurang selektif, walaupun pakan yang terletak sekitar kotoran dan kencing tidak dipilih sebisa mungkin terutama oleh ternak sapi.
Sapi lebih menyenangi daun-daunan yang lebih panjang dibandingkan dengan domba dan kambing dan hal ini mungkin disebabkan oleh lebih besarnya ukuran rahang. Kambing yang diberikan suatu pilihan lebih suka memakan daun pucuk muda dan menguliti kayu-kayu tanaman atau gulma. Saat ini mere digunakan di Australia dan Selandia Baru untuk mengontrol hutan belukar yang begitu banyak.

2.4       Sapi yang diberi makan di kandang dan kemudahan social dari makan
Pada system potong dan angkut, peternak mempunyai control yang lengkap terhadap pakan apa yang dimakan oleh sapi piaraannya dan berapa banyak yang dimakan. Dimungkinkan untuk memberi pakan dengan komposisi yang seimbang, memotong pakan menjadi potongan kecil untuk menghindari terbuangnya pakan tersebut dan sebagainya. Tetapi, walaupun dalam keadaan demikian, tingkah ingestif dipengaruhi oleh tingkah laku social. Pada saat sapi diberi makan dalam kelompok, dua factor social bisa mempengaruhi jumlah pakan yang dikonsumsi. Tingkah laku agonistic bisa mengurangi jumlah pakan yang dikonsumsi oleh sapi yang tidak dominan dan kemudahan social bisa meningkatkan jumlah pakan yang dimakan tersebut. Masalah yang berhubungan dengan sapi subordinat yaitu tidak mendapatkan cukup pakan yang dimakan atau tidak cukup mendapat pakan dengan kualitas baik yang tidak terkontaminasi oleh kotoran atau parasit. Cara  yaing disarankan untuk mengurangi pengaruh ini, yaitu dengan memanipulasi komposisi kelompok dan rencana kandang.
Dalam suatu penelitian, dimana para ahli genetika ingin menggunakan keadaan pemberian pakan secara individu untuk memilih konversi pakan yang efisien atau dimana ahli makanan ingin menggunakan kandang metabolism individu atau calorimeter untuk mendapatkan pengukuran yang tepat untuk pertukaran metabolism, maka kemudahan social makan harus diperhitungkan. Ternak sapi dalam kandang metabolisme akan makan hanya 50%-60% dari jumlah yang dimakan sapi yang dipelihara dalam kelompok.

2.5       Pilihan terhadap pakan
Seekor ternak dapat mengontrol jumlah pakan yang dimakan dengan cara lain, ia bisa menolak untuk memakan satu pakan atau pakan lainnya. Ada kelompok pakan tradisional, yang dapat dimakan ternak dengan enak, ada pula beberapa apkan lain yang bernilai gizi tinggi dan harganya murah tetapi terbak tidak dapat merasakan enaknya selama memakan pakan tersebut untuk pertama kalinya.
Kesenangan terhadap bermacam-macam prosduk pakan telah diuji dalam 20 jenis pakan. Terlihat bahwa pakan dapat dibedakan menjadi 3 kelompok, yaitu:
  1. Pakan hijauan atau lebih dikenal sebagai pakan tradisional,
  2. Pakan yang telah diproses yang disukai oleh rata-rata ternak, dan
  3. Pakan yang tidak disenangi.
Akan tetapi, dalam beberapa keadaan (misalnya kekurangan garam), ternak akan lebih suka memakan garam blok.
Kilgour dan Dalton (1984) menyarankan bahwa skala ini dapat digunakan sebagai suatu dasar terhadap pakan baru, murah dan potensi manfaatnya dapat diuji. Ada cara yang efektif untuk membuat ternak dapat memakan pakan yang bernilai gizi tinggi dan murah tetapi baunya tidak disukai ternak yaitu dengan menutup hidung ternak tersebut.
Lobato dan kelompok penelitinya dan juga Lynch dan kelompok penelitinya telah mendapatkan bahwa ternak mampu belajar pada awal kehidupannya dan emmpunyai ingatan yang baik dalam jangka waktu yang panjang. Melihat teman dalam kelompok yang telah berpengalaman memakan pakan yang baru, dapat membantu ternak yang belum berpengalaman untuk memakan pakan baru tersebut. Fenomena ini disebut sebagai transmisi social dalam tingkah laku makan atau belajar berdasarkan pengalaman.
Memberikan masa perkenalan bagi ternak terhadap pakan atau suplementasi yang mungkin diharapkan untuk dimakan dalam keadaan darurat merupakan hal yang sangat berguna. Metode sederhana dapat digunakan untuk mengecek ternak yang mana yang memakan dan tidak memakan pakan yang baru. Hal ini bisa dikerjakan denagn menggunakan satu tempat pakan. Pada tempat pakan ini, ternak harus menempatkan kepalanya dan menekan sepotong spons yang diisi pewarna atau menyentuh benang yang diwarnai. Dengan teknik ini ternak yang cepat menangkap pelajaran dipindahkan untuk memberi kesempatan yang lebih lama dan mengurangi persaingan bagi mereka yang lebih ,lambat belajar. Ternak yang lambat menangkap pelajaran mendapatkan beberapa pakan yang disenanginya untuk tetap menjaga fungsi rumennya, sementara ternak ini lambat memulai memakan pakan yang abru.
Masalah baru yang timbul adalah jika pakan tambahan yang mahal lebih disukai daripada pakan dasar yang murah. Peternak mungkin menghendaki pakan tersebut sebagai suplementasi, tetapi ternak itu sendiri memperlakukan pakan tersebut sebagai pakan pengganti, misalnya pada saat kurangnya rumput lapangan atau rumput gajah yang dipotong dan lebih banyak tambahan konsentrat yang harganya mahal.
Pencampuran antara pakan yang enak dan tidak enak yang kemudian menjadi sedikit enak, pemberian pakan yang murah pertama kali, atau dan pemberian makan tambahan pada waktu yang tidak teratur sehingga ternak tidak mempunyai pengharapan dan menunggu untuk makan pada waktu tertentu adalah merupakan jalan pemecahan problem tersebut diatas.
Posted 9th November 2011

Tidak ada komentar:

Posting Komentar