Tugas Terstruktur : Tingkah Laku
Ternak (2008)
Penulis : Intan Nur Ilhami Rasyid,
S.Pt
Lokasi : Fakultas Peternakan
Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto
Tingkah laku atau etologi hewan
praktis telah merupakan hal yang penting sejak masa prasejarah. Tingkah laku
ini dimanfaatkan oleh para pemburu dan kemudian oleh masyarakat untuk
menjinakkan hewan-hewan tersebut. Sampai pada pertengahan abad ini, para
ilmuwan di bidang pertanian tidak banyak mengenal ilmu tingkah laku hewan baik
secara praktis sebagai hal yang penting maupun sebagai hal yang dapat
dipertanggungjawabkan secara ilmiah.
Banyak penelitian yang pada mulanya
telah dilakukan memuat deskripsi mengenai aspek-aspek tingkah laku yang telah
didefinisikan dengan baik. Para ilmuwan yang mempelajari hewan dalam lingkungan
asalnya disebut ethologist. Beberapa sumbangan pemikiran dibuat oleh
para ilmuwan psikologi yang mempelajari hewan dalam lingkungan laboratorium
yang terkontrol, yang kemudian mengubah factor-faktor lingkungannya satu demi
satu dan mencatat pengaruh tersebut pada tingkah laku hewan.
Etogram merupakan catalog yang tepat
dan terperinci yang memuat respons yang membentuk tingkah laku hewan. Etogram
sangat berguna untuk mengetahui hewann mengatasi macam-macam lingkungan dan
pengalaman. Perincian dapat dengan mudah dikenal melalui film dan kaset video.
Selanjutnya, etogram terbentuk dari tiap elemen pola reaksi. Perlu diketahui
para ilmuwan etologi terdahulu tidak mempunyai metode yang canggih untuk
mengumpulkan dan menganalisa data tetapi dapat menghasilkan etogram yang sangat
baik dengan pengamatan yang teliti yang dilakukan dengan menggunakan sebatang
pensil dan sebuah buku catatan.
Salah satu dari banyak klasifikasi
tingkah laku hewan adalah tingkah laku ingestif. Tingkah laku ini mempunyai
arti yang lebih luas dari sekedar mencari makan, seperti halnya ternak mamalia
yang masih mukda yang mendapat makanan dalam bentuk susu cair. Lagi pula,
pengertian ini lebih luas mengarah ke seluruh jenis kegiatan ini.
BAB
II
PEMBAHASAN
Istilah tingkah laku ingestif ini meliputi bukan hanya memakan pakan solid
tetapi juga menyusui anak dan meminum pakan cair. Mempertahankan konsumsi pakan
yang cukup untuk hidup dan suksesnya reproduksi merupakan hal yang sangat
penting bagi semua spesies ternak. Karena itu, mengerti pola tingkah laku yang
digunakan oleh hewan untuk mencari, mendapatkan, menyeleksi dan memakan pakan penting
sekali untuk berhasilnya pengembangan usaha peternakan.
Seleksi pakan pada kondisi
penggembalaan bebas sangat tergantung pada pola dasar tingkah laku ingestif.
Manusia bisa menggunakan beberapa control dengan beberapa usaha seperti
pemagaran atau pengawetan pakan pada saat persediaan pakan banyak untuk
dipergunakan pada waktu kekurangan pakan.
Dalam keadaan dikandangkan secara
intensif, seperti system potong-angkut yang umumnya berlaku di Indonesia,
manusia mengontrol kebanyakan faktor-faktor yang mempengaruhi tingkah laku
ingestif. Hal ini meliputi jenis dan jumlah pakan yang tersedia dan tempatnya,
periode waktu selama pakan tersedia bagi ternak dan kelompok social ternak yang
bersaing untuk mendapatkan pakan. Tetapi walaupun dalam keadaan yang terbatas
dan bahkan bila ternak diberi makan secara individu, faktor-faktor social
mempengaruhi tingkah laku ingestif dan jumlah pakan yang dimakan.
2.1 Pola makan sapi pada
saat penggembalaan bebas
Ketika ternak sapi
diberi pakan dalam jumlah yang terbatas dalam waktu tertentu, mereka tidak
punya pilihan kecuali memakan semua pakan yang diberikan. Pada pemberian pakan
secara berlebihan, pola makan sehari-hari akan berkembang.
Pada sapi dengan penggembalaan
sub-tropis, periode merumput terjadi paling banyak ketika rumen diisi dengan
rumput yang baru dan hal ini terjadi menjelang pagi sampai pagi, senja sampai
matahari terbenam dengan satu periode lebih singkat kira-kira tengah malam.
Periode 24 jam dibagi secara jelas menjadi periode merumput, mengunyah dan
beristirahat. Di daerah tropis, siklus merumput biasanya sebaliknya. Pada waktu
tengah hari yang panas, sapi beristirahat di bawah naungan atau dekat tempat
air dan terdapat periode merumput yang panjang pada malam hari. Sapi berhenti
merumput pada saat dia kepanasan, terutama bagi sapi yang berasal dari daerah
sub-tropis. Di daerah tropis, sapi yang di tempatkan dalam kandang tertutup
pada malam hari tanpa persediaan pakan atau air, konsumsi pakannya sering
menurun secara nyata, terutama pada sapi yang mempunyai adaptasi yang kurang
baik yang berasal dari daerah sub-tropis seperti sapi Frisiean Holstein, yang
tidak diberi pakan selama hari panas.
Secara umum, sapi meluangkan waktu
8-10 jam untuk merumput, tetapi mempunyai fleksibilitas yang cukup untuk menyesuaikan
waktu merumput untuk mempertahankan jumlah pakan yang dimakan pada periode
banyak angin dan hujan, cuaca panas ketika merumput terhenti. Mereka juga bisa
mengatasi peningkatan kebutuhan fisiologis dari periode akhir kebuntingan dan
laktasi apda beberapa keadaan yang beda.
Dalam keadaan cuaca panas dan
lembab, aktivitas makan sapi tertinggi pada waktu suhu udara lebih rendah yaitu
pada pagi hari. Terdapat suatu hal yang menarik tetapi tidak ada pengamatan
yang pasti yang menyatakan bahwa domba dan sapi bisa meramalkan keadaan
panas yang akan terjadi dan dengan demikian mereka merumput lebih dini
dalam satu hari di bandingkan dengan tipe Zebu yang mempunyai daya adaptasi
yang lebih baik dalam keadaan panas.
2.2 Penyesuaian diri
terhadap jumlah pakan yang dimakan oleh sapi
Waktu
yang digunakan oleh sapi untuk makan tergantung pada spesies ternak itu
sendiri, status fisiologisnya (seperti pertumbuhan, periode akhir kebuntingan,
laktasi dan juga ternak yang tidak bunting, tidak laktasi dan ternak dewasa),
serta tipe dan persediaan pakan. Iklim yang sangat ekstrim juga berpengaruh.
Sementara jumlah pakan yang dimakan meningkat pada keadaan cuaca dingin.
Pada saat padang rumput dalam
keadaan kering, sapi meningkatkan waktu untuk merumput (contoh pada sapi
biasanya merumput 12 jam tetapi dalam keadaan padang rumput kering berubah
menjadi 14 jam). Semua hewan bisa juga bervariasi dalam jumlah pakan yang
dimakannya dengan mengubah jumlah gigitan per menit dan meningkatkan besarnya
regutan tersebut.
2.3 Perbedaan spesies
ternak dalam preferensi pakan di padang rumput
Preferensi
atau pemilihan pakan adalah berbeda di antara jenis ternak herbivora. Tetapi,
semua jenis lebih suka memakan daun daripada batang atau bahan dengan warna
hijau (muda) daripada bahan yang kering (tua). Bila jumlah pakan yang tersedia
berkurang, maka akan terdapat kecenderungan bahwa ternak menjadi kurang
selektif, walaupun pakan yang terletak sekitar kotoran dan kencing tidak
dipilih sebisa mungkin terutama oleh ternak sapi.
Sapi lebih menyenangi daun-daunan
yang lebih panjang dibandingkan dengan domba dan kambing dan hal ini mungkin
disebabkan oleh lebih besarnya ukuran rahang. Kambing yang diberikan suatu
pilihan lebih suka memakan daun pucuk muda dan menguliti kayu-kayu tanaman atau
gulma. Saat ini mere digunakan di Australia dan Selandia Baru untuk mengontrol
hutan belukar yang begitu banyak.
2.4
Sapi yang diberi makan di kandang dan kemudahan social dari makan
Pada system potong dan angkut,
peternak mempunyai control yang lengkap terhadap pakan apa yang dimakan oleh
sapi piaraannya dan berapa banyak yang dimakan. Dimungkinkan untuk memberi
pakan dengan komposisi yang seimbang, memotong pakan menjadi potongan kecil
untuk menghindari terbuangnya pakan tersebut dan sebagainya. Tetapi, walaupun
dalam keadaan demikian, tingkah ingestif dipengaruhi oleh tingkah laku social.
Pada saat sapi diberi makan dalam kelompok, dua factor social bisa mempengaruhi
jumlah pakan yang dikonsumsi. Tingkah laku agonistic bisa mengurangi jumlah
pakan yang dikonsumsi oleh sapi yang tidak dominan dan kemudahan social bisa
meningkatkan jumlah pakan yang dimakan tersebut. Masalah yang berhubungan
dengan sapi subordinat yaitu tidak mendapatkan cukup pakan yang dimakan atau
tidak cukup mendapat pakan dengan kualitas baik yang tidak terkontaminasi oleh
kotoran atau parasit. Cara yaing disarankan untuk mengurangi pengaruh
ini, yaitu dengan memanipulasi komposisi kelompok dan rencana kandang.
Dalam suatu penelitian, dimana para
ahli genetika ingin menggunakan keadaan pemberian pakan secara individu untuk
memilih konversi pakan yang efisien atau dimana ahli makanan ingin menggunakan
kandang metabolism individu atau calorimeter untuk mendapatkan pengukuran yang
tepat untuk pertukaran metabolism, maka kemudahan social makan harus
diperhitungkan. Ternak sapi dalam kandang metabolisme akan makan hanya 50%-60%
dari jumlah yang dimakan sapi yang dipelihara dalam kelompok.
2.5 Pilihan terhadap
pakan
Seekor ternak dapat mengontrol
jumlah pakan yang dimakan dengan cara lain, ia bisa menolak untuk memakan satu
pakan atau pakan lainnya. Ada kelompok pakan tradisional, yang dapat dimakan
ternak dengan enak, ada pula beberapa apkan lain yang bernilai gizi tinggi dan
harganya murah tetapi terbak tidak dapat merasakan enaknya selama memakan pakan
tersebut untuk pertama kalinya.
Kesenangan terhadap bermacam-macam
prosduk pakan telah diuji dalam 20 jenis pakan. Terlihat bahwa pakan dapat
dibedakan menjadi 3 kelompok, yaitu:
- Pakan hijauan atau lebih dikenal sebagai pakan tradisional,
- Pakan yang telah diproses yang disukai oleh rata-rata ternak, dan
- Pakan yang tidak disenangi.
Akan
tetapi, dalam beberapa keadaan (misalnya kekurangan garam), ternak akan lebih
suka memakan garam blok.
Kilgour dan Dalton (1984)
menyarankan bahwa skala ini dapat digunakan sebagai suatu dasar terhadap pakan
baru, murah dan potensi manfaatnya dapat diuji. Ada cara yang efektif untuk
membuat ternak dapat memakan pakan yang bernilai gizi tinggi dan murah tetapi
baunya tidak disukai ternak yaitu dengan menutup hidung ternak tersebut.
Lobato dan kelompok penelitinya dan
juga Lynch dan kelompok penelitinya telah mendapatkan bahwa ternak mampu
belajar pada awal kehidupannya dan emmpunyai ingatan yang baik dalam jangka
waktu yang panjang. Melihat teman dalam kelompok yang telah berpengalaman
memakan pakan yang baru, dapat membantu ternak yang belum berpengalaman untuk
memakan pakan baru tersebut. Fenomena ini disebut sebagai transmisi social
dalam tingkah laku makan atau belajar berdasarkan pengalaman.
Memberikan masa perkenalan bagi
ternak terhadap pakan atau suplementasi yang mungkin diharapkan untuk dimakan
dalam keadaan darurat merupakan hal yang sangat berguna. Metode sederhana dapat
digunakan untuk mengecek ternak yang mana yang memakan dan tidak memakan pakan
yang baru. Hal ini bisa dikerjakan denagn menggunakan satu tempat pakan. Pada
tempat pakan ini, ternak harus menempatkan kepalanya dan menekan sepotong spons
yang diisi pewarna atau menyentuh benang yang diwarnai. Dengan teknik ini
ternak yang cepat menangkap pelajaran dipindahkan untuk memberi kesempatan yang
lebih lama dan mengurangi persaingan bagi mereka yang lebih ,lambat belajar.
Ternak yang lambat menangkap pelajaran mendapatkan beberapa pakan yang disenanginya
untuk tetap menjaga fungsi rumennya, sementara ternak ini lambat memulai
memakan pakan yang abru.
Masalah baru yang timbul adalah jika
pakan tambahan yang mahal lebih disukai daripada pakan dasar yang murah.
Peternak mungkin menghendaki pakan tersebut sebagai suplementasi, tetapi ternak
itu sendiri memperlakukan pakan tersebut sebagai pakan pengganti, misalnya pada
saat kurangnya rumput lapangan atau rumput gajah yang dipotong dan lebih banyak
tambahan konsentrat yang harganya mahal.
Pencampuran antara pakan yang enak
dan tidak enak yang kemudian menjadi sedikit enak, pemberian pakan yang murah
pertama kali, atau dan pemberian makan tambahan pada waktu yang tidak teratur
sehingga ternak tidak mempunyai pengharapan dan menunggu untuk makan pada waktu
tertentu adalah merupakan jalan pemecahan problem tersebut diatas.
Posted 9th November 2011
Tidak ada komentar:
Posting Komentar