Minggu, 05 Mei 2013

makalah kewarganaan




BAB I
PENDAHULUAN
A.   Latar Belakang
Reformasi yang terjadi pada tahun 1998 memberi harapan baru kepada seluruh elemen masdyarakat Indonesia akan terciptanya kehidupan yang lebih baik dalam segala hal. Pada zaman Orde Baru, represifitas Pemerintah pada waktu itu menciptakan masalah - masalah seperti diskriminasi rasial terhadap etnis tertentu (dalam beberapa hal), perlakuan tidak adil bagi orang – orang (dan keluarganya) yang diduga terlibat dalam jaringan PKI, intervensi, pengekangan kebebasan dan hak berpolitik masyarakat untuk berpikir, berorganisasi, mengemukakan pendapat, dan sebagainya.   

Hadirnya Reformasi kemudian seakan menunjukkan sebuah jalan terang yang meluluhkan semua bentuk diskriminasi, ketidakadilan, intervensi, pengekangan kebebasan,dan sebagainya yang sempat terjadi selama masa Orde Baru. Reformasi memberikan mimpi dan harapan tentang kehidupan berbangsa dan bernegara yang jauh lebih demokratis, di mana kesejahteraan rakyat menjadi spiritnya. Jaminan terhadap adanya kebebasan – kebebasan yang sebelumnya dikekang kemudian memberi peluang – peluang bagi terwujudnya suatu tatanan baru dalam masyarakat Indonesia.
      

Pergeseran penafsiran makna demokrasi dan kebebasan berpolitik kemudian terjadi di dalam masyarakat Indonesia, begitu pula dalam hal manifestasi dan implementasinya. Kondisi yang terjadi di Indonesia kemudian adalah bertumbuh jamurnya berbagai partai politik dengan berbagai basis ideologi yang berbeda, khususnya pasca jatuhnya Orde Baru. Hal ini tentunya adalah konsekuensi dari adanya jaminan akan kebebasan dan hak berpolitik serta demokrasi yang dijanjikan oleh reformasi.
        

Yang menjadi masalah kemudian adalah partai – partai politik ini lebih sibuk mengaspirasikan kepentingan mereka sendiri dan melupakan apa yang menjadi aspirasi rakyat. Mereka sibuk berebut dan membagi – bagi kekuasaan kemudian melupakan substansi tujuan dari kekuasaan (politik) yaitu pelayanan dan kesejahteraan rakyat.


Berbagai kekhawatiran kemudian muncul dari kondisi perpolitikan seperti ini di masa yang akan datang. Begitupula dengan dampak yang akan ditimbulkan jika kondisi kondisi seperti ini terus terjadi, baik itu bagi lingkungan domestik Indonesia dengan berbagai bidang di dalamnya, maupun dalam hubungannya dengan dunia Internasional.

B.TUJUAN
a)      Mengetahui pengertian demokrasi pancasila 
b)     Memahami tujuan dan fungsi demokrasi pancasila   
c)      Mengetahui kriteria kebebasan berpolitok dan berpendapat 























BAB II
PEMBAHASAN

A.PENGERTIAN DEMOKRASI PANCASILA
Istilah “demokrasi” berasal dari Yunani Kuno yang diutarakan di Athena kuno pada abad ke-5 SM. Negara tersebut biasanya dianggap sebagai contoh awal dari sebuah sistem yang berhubungan dengan hukum demokrasi modern. Namun, arti dari istilah ini telah berubah sejalan dengan waktu, dan definisi modern telah berevolusi sejak abad ke-18, bersamaan dengan perkembangan sistem “demokrasi” di banyak negara.
Kata “demokrasi” berasal dari dua kata, yaitu demos yang berarti rakyat, dan kratos/cratein yang berarti pemerintahan, sehingga dapat diartikan sebagai pemerintahan rakyat, atau yang lebih kita kenal sebagai pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Konsep demokrasi menjadi sebuah kata kunci tersendiri dalam bidang ilmu politik. Hal ini menjadi wajar, sebab demokrasi saat ini disebut-sebut sebagai indikator perkembangan politik suatu negara. (Sejarah dan Perkembangan Demokrasi,
Menurut Wikipedia Indonesia, demokrasi adalah bentuk atau mekanisme sistem pemerintahan suatu negara sebagai upaya mewujudkan kedaulatan rakyat (kekuasaan warga negara) atas negara untuk dijalankan oleh pemerintah negara tersebut.
Demokrasi yang dianut di Indonesia, yaitu demokrasi berdasarkan Pancasila, masih dalam taraf perkembangan dan mengenai sifat-sifat dan ciri-cirinya terdapat berbagai tafsiran serta pandangan. Tetapi yang tidak dapat disangkal ialah bahwa beberapa nilai pokok dari demokrasi konstitusionil cukup jelas tersirat di dalam Undang Undang Dasar 1945. Selain dari itu Undang-Undang Dasar kita menyebut secara eksplisit 2 prinsip yang menjiwai naskah itu dan yang dicantumkan dalam penjelasan mengenai Sistem Pemerintahan Negara, yaitu:
1. Indonesia ialah negara yang berdasarkan atas hukum (Rechstaat).Negara Indonesia berdasarkan atas hukum (Rechstaat), tidak berdasarkan kekuasaan belaka (Machstaat).
2. Sistem Konstitusionil Pemerintahan berdasarkan atas Sistem Konstitusi (Hukum Dasar), tidak bersifat Absolutisme (kekuasaan yang tidak terbatas). Berdasarkan 2 istilah Rechstaat dan sistem konstitusi, maka jelaslah bahwa demokrasi yang menjadi dasar dari Undang-Undang Dasar 1945, ialah demokrasi konstitusionil. Di samping itu corak khas demokrasi Indonesia, yaitu kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilana, dimuat dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar.
Dengan demikian demokrasi Indonesia mengandung arti di samping nilai umum, dituntut nilai-nilai khusus seperti nilai-nilai yang memberikan pedoman tingkah laku manusia Indonesia dalam hubungannya dengan Tuhan Yang Maha Esa, sesama manusia, tanah air dan Negara Kesatuan Republik Indonesia, pemerintah dan masyarakat, usaha dan krida manusia dalam mengolah lingkungan hidup. Pengertian lain dari demokrasi Indonesia adalah kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan, yang berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab, Persatuan Indonesia dan bertujuan untuk mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia (demokrasi pancasila). Pengertian tersebut pada dasarnya merujuk kepada ucapan Abraham Lincoln, mantan presiden Amerika Serikat, yang menyatakan bahwa demokrasi suatu pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat, berarti pula demokrasi adalah suatu bentuk kekuasaan dari รข€“ oleh untuk rakyat. Menurut konsep demokrasi, kekuasaan menyiratkan arti politik dan pemerintahan, sedangkan rakyat beserta warga masyarakat didefinisikan sebagai warga negara. Kenyataannya, baik dari segi konsep maupun praktik, demos menyiratkan makna diskriminatif. Demos bukan untuk rakyat keseluruhan, tetapi populus tertentu, yaitu mereka yang berdasarkan tradisi atau kesepakatan formal memiliki hak preogratif forarytif dalam proses pengambilan/pembuatan keputusan menyangkut urusan publik atau menjadi wakil terpilih, wakil terpilih juga tidak mampu mewakili aspirasi yang memilihnya.
Secara ringkas, demokrasi Pancasila memiliki beberapa pengertian sebagai berikut:
1. Demokrasi Pancasila adalah demokrasi yang berdasarkan kekeluargaan dan gotong-royong yang ditujukan kepada kesejahteraan rakyat, yang mengandung unsur-unsur berkesadaran religius, berdasarkan kebenaran, kecintaan dan budi pekerti luhur, berkepribadian Indonesia dan berkesinambungan.
2. Dalam demokrasi Pancasila, sistem pengorganisasian negara dilakukan oleh rakyat sendiri atau dengan persetujuan rakyat.
3. Dalam demokrasi Pancasila kebebasan individu tidak bersifat mutlak, tetapi harus diselaraskan dengan tanggung jawab sosial.
4. Dalam demokrasi Pancasila, keuniversalan cita-cita demokrasi dipadukan dengan cita-cita hidup bangsa Indonesia yang dijiwai oleh semangat kekeluargaan, sehingga tidak ada dominasi mayoritas atau minoritas.
II. PRINSIP POKOK DEMOKRASI PANCASILA
Prinsip merupakan kebenaran yang pokok/dasar orang berfikir, bertindak dan lain sebagainya. Dalam menjalankan prinsip-prinsip demokrasi secara umum, terdapat 2 landasan pokok yang menjadi dasar yang merupakan syarat mutlak untuk harus diketahui oleh setiap orang yang menjadi pemimpin negara/rakyat/masyarakat/organisasi/partai/keluarga, yaitu:
1. Suatu negara itu adalah milik seluruh rakyatnya, jadi bukan milik perorangan atau milik suatu keluarga/kelompok/golongan/partai, dan bukan pula milik penguasa negara.
2. Siapapun yang menjadi pemegang kekuasaan negara, prinsipnya adalah selaku pengurusa rakyat, yaitu harus bisa bersikap dan bertindak adil terhadap seluruh rakyatnya, dan sekaligus selaku pelayana rakyat, yaitu tidak boleh/bisa bertindak zalim terhadap tuannyaa, yakni rakyat.
Adapun prinsip pokok demokrasi Pancasila adalah sebagai berikut:
1. Pemerintahan berdasarkan hukum: dalam penjelasan UUD 1945             dikatakan:
a. Indonesia ialah negara berdasarkan hukum (rechtstaat) dan tidak berdasarkan kekuasaan belaka (machtstaat),
b. Pemerintah berdasar atas sistem konstitusi (hukum dasar) tidak bersifat absolutisme (kekuasaan tidak terbatas),
c. Kekuasaan yang tertinggi berada di tangan MPR.
2. Perlindungan terhadap hak asasi manusia,
3. Pengambilan keputusan atas dasar musyawarah,
4. Peradilan yang merdeka berarti badan peradilan (kehakiman) merupakan badan yang merdeka, artinya terlepas dari pengaruh kekuasaan pemerintah dan kekuasaan lain contoh Presiden, BPK, DPR, DPA atau lainnya,
5. Adanya partai politik dan organisasi sosial politik karena berfungsi Untuk menyalurkan aspirasi rakyat,
6. Pelaksanaan Pemilihan Umum;
7. Kedaulatan adalah ditangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh MPR (pasal 1 ayat 2 UUD 1945),
8. Keseimbangan antara hak dan kewajiban,
9. Pelaksanaan kebebasan yang bertanggung jawab secara moral kepada Tuhan YME, diri sendiri, masyarakat, dan negara ataupun orang lain,
10. Menjunjung tinggi tujuan dan cita-cita Nasional.
III. CIRI-CIRI DEMOKRASI PANCASILA
Dalam bukunya, Pendidikan Pembelajaran dan Penyebaran Kewarganegaraan, Idris Israil (2005:52-53) menyebutkan ciri-ciri demokrasi Indonesia sebagai berikut:
1. Kedaulatan ada di tangan rakyat.
2. Selalu berdasarkan kekeluargaan dan gotong-royong.
3. Cara pengambilan keputusan melalui musyawarah untuk mencapai mufakat.
4. Tidak kenal adanya partai pemerintahan dan partai oposisi.
5. Diakui adanya keselarasan antara hak dan kewajiban.
6. Menghargai hak asasi manusia.
7. Ketidaksetujuan terhadap kebijaksanaan pemerintah dinyatakan dan disalurkan melalui wakil-wakil rakyat. Tidak menghendaki adanya demonstrasi dan pemogokan karena merugikan semua pihak.
8. Tidak menganut sistem monopartai.
9. Pemilu dilaksanakan secara luber.
10. Mengandung sistem mengambang.
11. Tidak kenal adanya diktator mayoritas dan tirani minoritas.
12. Mendahulukan kepentingan rakyat atau kepentingan umum.
IV. SISTEM PEMERINTAHAN DEMOKRASI PANCASILA
Landasan formil dari periode Republik Indonesia III ialah Pancasila, UUD 45 serta Ketetapan-ketetapan MPRS. Sedangkan sistem pemerintahan demokrasi Pancasila menurut prinsip-prinsip yang terkandung di dalam Batang Tubuh UUD 1945 berdasarkan tujuh sendi pokok, yaitu sebagai berikut:
1. Indonesia ialah negara yang berdasarkan hukumNegara Indonesia berdasarkan hukum (Rechsstaat), tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (Machsstaat). Hal ini mengandung arti bahwa baik pemerintah maupun lembaga-lembaga negara lainnya dalam melaksanakan tindakan apapun harus dilandasi oleh hukum dan tindakannya bagi rakyat harus ada landasan hukumnya. Persamaan kedudukan dalam hukum bagi semua warga negara harus tercermin di dalamnya.
2. Indonesia menganut sistem konstitusional Pemerintah berdasarkan sistem konstitusional (hukum dasar) dan tidak bersifat absolutisme (kekuasaan yang mutlak tidak terbatas). Sistem konstitusional ini lebih menegaskan bahwa pemerintah dalam melaksanakan tugasnya dikendalikan atau dibatasi oleh ketentuan konstitusi, di samping oleh ketentuan-ketentuan hukum lainnya yang merupakan pokok konstitusional, seperti TAP MPR dan Undang-undang.
3. Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) sebagai pemegang kekuasaan negara yang tertinggi Seperti telah disebutkan dalam pasal 1 ayat 2 UUD 1945 pada halaman terdahulu, bahwa (kekuasaan negara tertinggi) ada di tangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh MPR. Dengan demikian, MPR adalah lembaga negara tertinggi sebagai penjelmaan seluruh rakyat Indonesia
Di bawah MPR, presiden ialah penyelenggara pemerintah negara tertinggi. Presiden selain diangkat oleh majelis juga harus tunduk dan bertanggung jawab kepada majelis. Presiden adalah Mandataris MPR yang wajib menjalankan putusan-putusan MPR.
5. Pengawasan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)
Presiden tidak bertanggung jawab kepada DPR, tetapi DPR mengawasi pelaksanaan mandat (kekuasaan pemerintah) yang dipegang oleh presiden dan DPR harus saling bekerja sama dalam pembentukan undang-undang termasuk APBN. Untuk mengesahkan undang-undang, presiden harus mendapat persetujuan dari DPR.
Presiden memiliki wewenang untuk mengangkat dan memberhentikan menteri negara. Menteri ini tidak bertanggung jawab kepada DPR, tetapi kepada presiden. Berdasarkan hal tersebut, berarti sistem kabinet kita adalah kabinet kepresidenan/presidensil.
Kedudukan Menteri Negara bertanggung jawab kepada presiden, tetapi mereka bukan pegawai tinggi biasa, menteri ini menjalankan kekuasaan pemerintah dalam prakteknya berada di bawah koordinasi presiden.
7. Kekuasaan Kepala Negara tidak tak terbatas
Kepala Negara tidak bertanggung jawab kepada DPR, tetapi ia bukan diktator, artinya kekuasaan tidak tak terbatas. Ia harus memperhatikan sungguh-sungguh suara DPR. Kedudukan DPR kuat karena tidak dapat dibubarkan oleh presiden dan semua anggota DPR merangkap menjadi anggota MPR. DPR sejajar dengan presiden.
V. FUNGSI DEMOKRASI PANCASILA
Adapun fungsi demokrasi Pancasila adalah sebagai berikut:
1. Menjamin adanya keikutsertaan rakyat dalam kehidupan bernegara
Contohnya:
a. Ikut menyukseskan Pemilu;
b. Ikut menyukseskan Pembangunan;
c. Ikut duduk dalam badan perwakilan/permusyawaratan.
2. Menjamin tetap tegaknya negara RI,
3. Menjamin tetap tegaknya negara kesatuan RI yang mempergunakan sistem konstitusional,
4. Menjamin tetap tegaknya hukum yang bersumber pada Pancasila,
5. Menjamin adanya hubungan yang selaras, serasi dan seimbang antara lembaga negara,
6. Menjamin adanya pemerintahan yang bertanggung jawab,
Contohnya:
a. Presiden adalah Mandataris MPR,
b. Presiden bertanggung jawab kepada MPR.
VI. BEBERAPA PERUMUSAN MENGENAI DEMOKRASI PANCASILA
Dalam bukunya Dasar-dasar Ilmu Politik, Prof. Miriam Budiardjo mengemukakan beberapa perumusan mengenai Demokrasi Pancasila yang diusahakan dalam beberapa seminar, yakni:
1. Seminar Angkatan Darat II, Agustus 1966
a. Bidang Politik dan Konstitusional
1) Demokrasi Pancasila seperti yang dimaksud dalam Undang-Undang Dasar1945,yang berarti menegakkan kembali azas negara-negara hukum dimana kepastian hukum dirasakan oleh segenap warga negara, dimana hak-hak azasi manusia baik dalam aspek kolektif, maupun dalam aspek perseorangan dijamin, dan dimana penyalahgunaan kekuasaan, dapat dihindarkan secara institusionil. Dalam rangka ini harus diupayakan supaya lembaga-lembaga negara dan tata kerja orde baru dilepaskan dari ikatan pribadi dan lebih diperlembagakan (depersonalization, institusionalization )
2) Sosialisme Indonesia yang berarti masyarakat adil dan makmur.
3) Clan revolusioner untuk menyelesaikan revolusi , yang cukup kuat untuk mendorong Indonesia ke arah kemajuan sosial dan ekonomi sesuai dengan tuntutan-tuntutan abad ke-20.
b. Bidang Ekonomi Demokrasi ekonomi sesuai dengan azas-azas yang menjiwai ketentuan-ketentuan mengenai ekonomi dalam Undang-undang Dasar 1945 yang pada hakekatnya, berarti kehidupan yang layak bagi semua warga negara, yang antara lain mencakup :
1) Pengawasan oleh rakyat terhadap penggunaan kekayaan dan keuangan negara dan
2) Koperasi
3) Pengakuan atas hak milik perorangan dan kepastian hukum dalam penggunaannya
4) Peranan pemerintah yang bersifat pembina, penunjuk jalan serta pelindung.
2. Musyawarah Nasional III Persahi : The Rule of Law, Desember 1966
Azas negara hukum Pancasila mengandung prinsip:
a. Pengakuan dan perlindungan hak azasi yang mengandung persamaan dalam bidang politik, hukum, sosial, ekonomi, kultural dan pendidikan.
b. Peradilan yang bebas dan tidak memihak, tidak terpengaruh oleh sesuatu kekuasaan/kekuatan lain apapun.
c. Jaminan kepastian hukum dalam semua persoalan. Yang dimaksudkan kepastian hukum yaitu jaminan bahwa ketentuan hukumnya dapat dipahami, dapat dilaksanakan dan aman dalam melaksanakannya.
3. Symposium Hak-hak Azasi Manusia, Juni 1967
Demokrasi Pancasila, dalam arti demokrasi yang bentuk-bentuk penerapannya sesuai dengan kenyataan-kenyataan dan cita-cita yang terdapat dalam masyarakat kita, setelah sebagai akibat rezim Nasakom sangat menderita dan menjadi kabur, lebih memerlukan pembinaan daripada pembatasan sehingga menjadi suatu political culturea yang penuh vitalitas.
Berhubung dengan keharusan kita di tahun-tahun mendatang untuk mengembangkan a rapidly expanding economy, maka diperlukan juga secara mutlak pembebasan dinamika yang terdapat dalam masyarakat dari kekuatan-kekuatan yang mendukung Pancasila. Oleh karena itu diperlukan kebebasan berpolitik sebesar mungkin. Persoalan hak-hak azasi manusia dalam kehidupan kepartaian untuk tahun-tahun mendatang harus ditinjau dalam rangka keharusan kita untuk mencapai keseimbangan yang wajar di antara 3 hal, yaitu:
a. Adanya pemerintah yang mempunyai cukup kekuasaan dan kewibawaan.
b. Adanya kebebasan yang sebesar-besarnya.
c. Perlunya untuk membina suatu rapidly expanding economy.


 B. Demokrasi dan Kebebasan Berpolitik                   

Suatu negara demokrasi haruslah selalu berusaha dan menetapkan berbagai aturan maupun kebijakan – kebijakan yang dapat menunjang langgengnya proses demokrasi di negara tersebut. Penghapusan segala bentuk diskriminasi, ketidakadilan, intervensi dan pengekangan kebebasan termasuk hal – hal yang dapat menunjang proses demokrasi di suatu negara. Kondisi seperti ini dapat kita lihat di negara – negara yang sudah mapan dan stabil jalan dan proses demokrasi sistem pemerintahannya, seperti Amerika serikat dan negara – negara Eropa Barat.
                                                                                             

Pengekangan terhadap kebebasan, seperti kebebasan berpendapat, berorganisasi, atau bahkan kebebasan berpolitik akan mematikan jalannya proses demokrasi di sebuah negara. Bagaimana tidak, dengan pengekangan tersebut pemerintah (penguasa) dapat dengan seenaknya membuat dan menetapkan aturan maupun kebijakan yang sepihak dengan hanya berdasarkan pada kepentingan pribadi maupun golongan (elit) yang sedang berkuasa. Larangan berpendapat maupun berorganisasi yang anti atau kontra terhadap sistem politik pemerintah yang sedang berkuasa membuat fungsi artikulasi dan agregasi dari suatu sistem politik mengalami kelumpuhan. Dengan sendirinya, kebijakan maupun aturan yang dibuat bisa sangat sepihak tanpa melihat kondisi real masyarakat, apalagi mendengarkan apa yang menjadi aspirasi mereka.
                        

Kondisi seperti yang tergambar di atas pernah terjadi di Indonesia selama tiga puluh dua tahun pemerintahan rezim Orde Baru (1966 - 1998). Matinya demokrasi pada masa itu, dapat dilihat dari bagaimana represifitas pemerintah, khususnya dalam menekan berbagai tuntutan, baik yang datang dari individu maupun kelompok yang tidak puas dengan kinerja pemerintah. Hariman Siregar menggambarkan kondisi tersebut sebagi beikut :
         

“di dalam sistem ini, negara (melalui birokrasi negara sipil maupun militer) mengendalikan segalanya (bureaucratic authoritarian state). Masyarakat kemudian diatur dalam kelompok – kelompok fungsional yang tak bersaing satu sama lain. Pertentangan kelas dianggap tidak ada. Di sini pernyataan spontan kepentingan ditiadakan. Semuanya harus melalui saluran yang ditentukan. Lalu diciptakan lembaga – lembaga dalam jumlah terbatas, umumnya berupa perhimpunan masyarakat yang menyuarakan suatu jenis fungsi dan kepentingan, tetapi yang pemimpinnya direstui oleh pemerintah.”
                                                             

Ternyata represifitas suatu pemerintahan seperti apa yang pernah terjadi di Indonesia tidak memberi peluang bagi tumbuh dan berkembangnya demokrasi dalam kehidupan bernegara. Maka tidak heran jika kemudian muncul tuntutan reformasi terhadap sistem politik yang ada. Intinya adalah tuntutan untuk mengembalikan kedaulatan ke tangan rakyat, mengembalikan hak – hak sipil dan politik masyarakat untuk berpikir, berorganisasi, dan berpendapat
                                                                                    .

Seakan sudah menjadi keharusan bahwa apabila suatu negara ingin menegakkan demokrasi, maka negara tersebut haruslah lebih dahulu mengembalikan basic dari demokrasi itu sendiri, yaitu kebebasan dan hak politik masyarakat untuk berpikir, berorganisasi, dan berpendapat sehingga nantinya feed back akan terjadi dan berjalan secara dinamis di dalam sistem politik negara tersebut. Suatu kebijakan ataupun aturan yang dibuat oleh pemerintah akan direspon oleh masyarakat dalam bentuk tekanan dukungan maupun tuntutan. Respon ini kemudian akan dipertimbangkan untuk menjadi input yang akan diproses untuk menghasilkan kebijakan baru yang lebih baik dan lebih memihak.
                                                                               

C. Proses Demokrasi dan Kebebasan Politik Pasca jatuhnya Rezim Orde Baru di Indonesia                                                                                   

Seperti yang telah dibahas sebelumnya bahwa represifitas suatu pemerintahan akan mendorong lahirnya tuntutan reformasi terhadap sistem politik yang ada. Hal ini juga terjadi di Indonesia. Pada tahun 1998, represifitas pemerintahan rezim Orde Baru yang dirasakan oleh masyarakat telah mencapai titik klimaksnya. Kondisi ini diperparah oleh ketidakmampuan Pemerintah untuk memperbaiki kondisi perekonomian negara yang sempat rubuh akibat badai krisis ekonomi yang melanda Asia pada tahun 1997, dan berbagai krisis multidimensional lainnya yang kalau dikaji lebih dalam masih merupakan rangkaian akibat dari represifitas pemerintahan rezim Orde Baru
                                                                                       .

Mundurnya Presiden Soeharto pada 21 Mei 1998 setelah sehari sebelumnya terjadi gelombang demonstrasi besar – besaran yang menuntutnya mundur. Ini tentunya menandai runtuhnya pemerintahan rezim Orde Baru dan dimulainya suatu masa yang disebut Reformasi. Hadirnya Reformasi kemudian diikuti oleh berbagai konsekuensi, baik itu yang positif maupun yang negatif. Akan tetapi hal yang lebih penting adalah represifitas pemerintah sudah dapat dikurangi, hak dan kebebasan politik masyarakat untuk berpikir, berorganisasi, dan berpendapat sudah dikembalikan, dan yang lebih penting lagi adalah proses demokrasi yang kembali tumbuh dan berjalan.


Berbagai konsekuensi turunan juga kemudian timbul mengikuti konsekuensi – konsekuensi tadi dalam arus reformasi di Indonesia. Adanya jaminan hak dan kebebasan masyarakat untuk berpikir, berorganisasi, dan berpendapat kemudian menjadi alat untuk melegitimasi lahirnya berbagai lembaga, buku-buku, aksi-aksi unjuk rasa, dan sebagainya . Partai politik pun tumbuh subur di Indonesia, bahkan dengan berbagai basis ideologi dan varian yang berbeda. Hal yang tentu bertolak belakang dengan asas tunggal yang diterapkan selama masa pemerintahan rezim Orde Baru yang otoriter.
                               
“partai politik, terutama setelah tumbangnya era Orde Baru, tumbuh bagaikan jamur di musim hujan. Pada Pemilu 1999 ratusan partai politik didirikan, tapi yang boleh ikut Pemilu hanya 48 partai. Pada Pemilu 2004 ini, juga bermunculan ratusan partai politik, tapi yang lolos verifikasi hanya 24 partai, separuh dari tahun 1999. Realitas ini menandakan bahwa nafsu dan feeling berpolitik bangsa Indonesia sangat tinggi.
          

Pengekangan terhadap demokrasi dan kebebasan politik masyarakat Indonesia oleh penguasa selama masa Orde Baru benar – benar membuat masyarakat depresi. Seiring dengan lahirnya Reformasi, rasa depresi itupun dilampiaskan dengan mendirikan berbagai macam partai politik dan lembaga lainnya untuk membawa dan menyampaikan aspirasi dan kepentingan mereka. Perkembangan partai politik ini menunjukkan bahwa kebebasan berpolitik telah kembali mendapatkan jaminan untuk hidup di Indonesia. Ini pulalah yang diharapkan akan mengawal proses demokrasi di Indonesia.
                                    

Kembalinya sistem multipartai dalam Pemilu di Indonesia mengingatkan kita pada Pemilu 1955, di mana juga terdapat banyak partai dan melahirkan empat partai besar dengan basis ideologi yang berbeda sebagai pemenang. Akibatnya adalah benturan kepentingan di mana setiap kelompok saling berdebat di DPR hanya untuk bagaimana agar pandangan dan pendapat merekalah yang didengar dan diterapkan. Akibatnya adalah mereka melupakan bahwa mereka ada dan dipilih oleh rakyat untuk duduk di DPR sebagai perwakilan dari rakyat untuk bersama pemerintah mencari solusi terhadap terhadap berbagai masalah bangsa
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULA
Kata “demokrasi” berasal dari dua kata, yaitu demos yang berarti rakyat, dan kratos/cratein yang berarti pemerintahan, sehingga dapat diartikan sebagai pemerintahan rakyat, atau yang lebih kita kenal sebagai pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Konsep demokrasi menjadi sebuah kata kunci tersendiri dalam bidang ilmu politik. Hal ini menjadi wajar, sebab demokrasi saat ini disebut-sebut sebagai indikator perkembangan politik suatu negara.
ciri-ciri demokrasi Indonesia sebagai berikut:
1. Kedaulatan ada di tangan rakyat.
2. Selalu berdasarkan kekeluargaan dan gotong-royong.
3. Cara pengambilan keputusan melalui musyawarah untuk mencapai mufakat.
4. Tidak kenal adanya partai pemerintahan dan partai oposisi.
5. Diakui adanya keselarasan antara hak dan kewajiban.
6. Menghargai hak asasi manusia.
7. Ketidaksetujuan terhadap kebijaksanaan pemerintah dinyatakan dan disalurkan melalui wakil-wakil rakyat. Tidak menghendaki adanya demonstrasi dan pemogokan karena merugikan semua pihak.
8. Tidak menganut sistem monopartai.
9. Pemilu dilaksanakan secara luber.
10. Mengandung sistem mengambang.
11. Tidak kenal adanya diktator mayoritas dan tirani minoritas.
B. KRITIK dan SARAN.
Dalam membuat makalh ini punulis masih merasakan ada kekurangan baik itu dalam bentuk maupun isinya,oleh itu kami mengharapkan kritik dan saran yang dapat membangun supya kedepannya menjadi lebih baik.

















DAFTAR PUSTAKA

Budiardjo, Miriam. 2002. Dasar-dasar Ilmu Politik. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama.
Israil, Idris. 2005. Pendidikan Pembelajaran dan Penyebaran Kewarganegaraan. Malang : Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya.
Sharma, P. 2004. Sistem Demokrasi Yang Hakiki. Jakarta : Yayasan Menara Ilmu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar