BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Reformasi yang terjadi pada tahun 1998 memberi
harapan baru kepada seluruh elemen masdyarakat Indonesia akan terciptanya
kehidupan yang lebih baik dalam segala hal. Pada zaman Orde Baru, represifitas
Pemerintah pada waktu itu menciptakan masalah - masalah seperti diskriminasi
rasial terhadap etnis tertentu (dalam beberapa hal), perlakuan tidak adil bagi
orang – orang (dan keluarganya) yang diduga terlibat dalam jaringan PKI,
intervensi, pengekangan kebebasan dan hak berpolitik masyarakat untuk berpikir,
berorganisasi, mengemukakan pendapat, dan sebagainya.
Hadirnya Reformasi kemudian seakan menunjukkan sebuah jalan terang yang meluluhkan semua bentuk diskriminasi, ketidakadilan, intervensi, pengekangan kebebasan,dan sebagainya yang sempat terjadi selama masa Orde Baru. Reformasi memberikan mimpi dan harapan tentang kehidupan berbangsa dan bernegara yang jauh lebih demokratis, di mana kesejahteraan rakyat menjadi spiritnya. Jaminan terhadap adanya kebebasan – kebebasan yang sebelumnya dikekang kemudian memberi peluang – peluang bagi terwujudnya suatu tatanan baru dalam masyarakat Indonesia.
Pergeseran penafsiran makna demokrasi dan kebebasan berpolitik kemudian terjadi di dalam masyarakat Indonesia, begitu pula dalam hal manifestasi dan implementasinya. Kondisi yang terjadi di Indonesia kemudian adalah bertumbuh jamurnya berbagai partai politik dengan berbagai basis ideologi yang berbeda, khususnya pasca jatuhnya Orde Baru. Hal ini tentunya adalah konsekuensi dari adanya jaminan akan kebebasan dan hak berpolitik serta demokrasi yang dijanjikan oleh reformasi.
Yang menjadi masalah kemudian adalah partai – partai politik ini lebih sibuk mengaspirasikan kepentingan mereka sendiri dan melupakan apa yang menjadi aspirasi rakyat. Mereka sibuk berebut dan membagi – bagi kekuasaan kemudian melupakan substansi tujuan dari kekuasaan (politik) yaitu pelayanan dan kesejahteraan rakyat.
Berbagai kekhawatiran kemudian muncul dari kondisi perpolitikan seperti ini di masa yang akan datang. Begitupula dengan dampak yang akan ditimbulkan jika kondisi kondisi seperti ini terus terjadi, baik itu bagi lingkungan domestik Indonesia dengan berbagai bidang di dalamnya, maupun dalam hubungannya dengan dunia Internasional.
Hadirnya Reformasi kemudian seakan menunjukkan sebuah jalan terang yang meluluhkan semua bentuk diskriminasi, ketidakadilan, intervensi, pengekangan kebebasan,dan sebagainya yang sempat terjadi selama masa Orde Baru. Reformasi memberikan mimpi dan harapan tentang kehidupan berbangsa dan bernegara yang jauh lebih demokratis, di mana kesejahteraan rakyat menjadi spiritnya. Jaminan terhadap adanya kebebasan – kebebasan yang sebelumnya dikekang kemudian memberi peluang – peluang bagi terwujudnya suatu tatanan baru dalam masyarakat Indonesia.
Pergeseran penafsiran makna demokrasi dan kebebasan berpolitik kemudian terjadi di dalam masyarakat Indonesia, begitu pula dalam hal manifestasi dan implementasinya. Kondisi yang terjadi di Indonesia kemudian adalah bertumbuh jamurnya berbagai partai politik dengan berbagai basis ideologi yang berbeda, khususnya pasca jatuhnya Orde Baru. Hal ini tentunya adalah konsekuensi dari adanya jaminan akan kebebasan dan hak berpolitik serta demokrasi yang dijanjikan oleh reformasi.
Yang menjadi masalah kemudian adalah partai – partai politik ini lebih sibuk mengaspirasikan kepentingan mereka sendiri dan melupakan apa yang menjadi aspirasi rakyat. Mereka sibuk berebut dan membagi – bagi kekuasaan kemudian melupakan substansi tujuan dari kekuasaan (politik) yaitu pelayanan dan kesejahteraan rakyat.
Berbagai kekhawatiran kemudian muncul dari kondisi perpolitikan seperti ini di masa yang akan datang. Begitupula dengan dampak yang akan ditimbulkan jika kondisi kondisi seperti ini terus terjadi, baik itu bagi lingkungan domestik Indonesia dengan berbagai bidang di dalamnya, maupun dalam hubungannya dengan dunia Internasional.
B.TUJUAN
a)
Mengetahui
pengertian demokrasi pancasila
b)
Memahami
tujuan dan fungsi demokrasi pancasila
c)
Mengetahui
kriteria kebebasan berpolitok dan berpendapat
BAB II
PEMBAHASAN
A.PENGERTIAN
DEMOKRASI PANCASILA
Istilah
“demokrasi” berasal dari Yunani Kuno yang diutarakan di Athena kuno pada abad
ke-5 SM. Negara tersebut biasanya dianggap sebagai contoh awal dari sebuah
sistem yang berhubungan dengan hukum demokrasi modern. Namun, arti dari istilah
ini telah berubah sejalan dengan waktu, dan definisi modern telah berevolusi
sejak abad ke-18, bersamaan dengan perkembangan sistem “demokrasi” di banyak
negara.
Kata
“demokrasi” berasal dari dua kata, yaitu demos yang berarti rakyat, dan
kratos/cratein yang berarti pemerintahan, sehingga dapat diartikan sebagai
pemerintahan rakyat, atau yang lebih kita kenal sebagai pemerintahan dari
rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Konsep demokrasi menjadi sebuah kata
kunci tersendiri dalam bidang ilmu politik. Hal ini menjadi wajar, sebab
demokrasi saat ini disebut-sebut sebagai indikator perkembangan politik suatu
negara. (Sejarah dan Perkembangan Demokrasi,
Menurut
Wikipedia Indonesia, demokrasi adalah bentuk atau mekanisme sistem pemerintahan
suatu negara sebagai upaya mewujudkan kedaulatan rakyat (kekuasaan warga
negara) atas negara untuk dijalankan oleh pemerintah negara tersebut.
Demokrasi
yang dianut di Indonesia, yaitu demokrasi berdasarkan Pancasila, masih dalam
taraf perkembangan dan mengenai sifat-sifat dan ciri-cirinya terdapat berbagai
tafsiran serta pandangan. Tetapi yang tidak dapat disangkal ialah bahwa
beberapa nilai pokok dari demokrasi konstitusionil cukup jelas tersirat di
dalam Undang Undang Dasar 1945. Selain dari itu Undang-Undang Dasar kita
menyebut secara eksplisit 2 prinsip yang menjiwai naskah itu dan yang
dicantumkan dalam penjelasan mengenai Sistem Pemerintahan Negara, yaitu:
1.
Indonesia ialah negara yang berdasarkan atas hukum (Rechstaat).Negara Indonesia
berdasarkan atas hukum (Rechstaat), tidak berdasarkan kekuasaan belaka
(Machstaat).
2.
Sistem Konstitusionil Pemerintahan
berdasarkan atas Sistem Konstitusi (Hukum Dasar), tidak bersifat Absolutisme
(kekuasaan yang tidak terbatas). Berdasarkan 2 istilah Rechstaat dan sistem
konstitusi, maka jelaslah bahwa demokrasi yang menjadi dasar dari Undang-Undang
Dasar 1945, ialah demokrasi konstitusionil. Di samping itu corak khas demokrasi
Indonesia, yaitu kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan perwakilana, dimuat dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar.
Dengan
demikian demokrasi Indonesia mengandung arti di samping nilai umum, dituntut
nilai-nilai khusus seperti nilai-nilai yang memberikan pedoman tingkah laku
manusia Indonesia dalam hubungannya dengan Tuhan Yang Maha Esa, sesama manusia,
tanah air dan Negara Kesatuan Republik Indonesia, pemerintah dan masyarakat,
usaha dan krida manusia dalam mengolah lingkungan hidup. Pengertian lain dari
demokrasi Indonesia adalah kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan
dalam permusyawaratan perwakilan, yang berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa,
Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab, Persatuan Indonesia dan bertujuan untuk
mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia (demokrasi pancasila).
Pengertian tersebut pada dasarnya merujuk kepada ucapan Abraham Lincoln, mantan
presiden Amerika Serikat, yang menyatakan bahwa demokrasi suatu pemerintahan
dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat, berarti pula demokrasi adalah suatu
bentuk kekuasaan dari รข€“ oleh untuk rakyat. Menurut konsep demokrasi,
kekuasaan menyiratkan arti politik dan pemerintahan, sedangkan rakyat beserta
warga masyarakat didefinisikan sebagai warga negara. Kenyataannya, baik dari
segi konsep maupun praktik, demos menyiratkan makna diskriminatif. Demos bukan
untuk rakyat keseluruhan, tetapi populus tertentu, yaitu mereka yang
berdasarkan tradisi atau kesepakatan formal memiliki hak preogratif forarytif
dalam proses pengambilan/pembuatan keputusan menyangkut urusan publik atau
menjadi wakil terpilih, wakil terpilih juga tidak mampu mewakili aspirasi yang
memilihnya.
Secara
ringkas, demokrasi Pancasila memiliki beberapa pengertian sebagai berikut:
1.
Demokrasi Pancasila adalah demokrasi yang berdasarkan kekeluargaan dan
gotong-royong yang ditujukan kepada kesejahteraan rakyat, yang mengandung
unsur-unsur berkesadaran religius, berdasarkan kebenaran, kecintaan dan budi
pekerti luhur, berkepribadian Indonesia dan berkesinambungan.
2.
Dalam demokrasi Pancasila, sistem pengorganisasian negara dilakukan oleh rakyat
sendiri atau dengan persetujuan rakyat.
3.
Dalam demokrasi Pancasila kebebasan individu tidak bersifat mutlak, tetapi
harus diselaraskan dengan tanggung jawab sosial.
4.
Dalam demokrasi Pancasila, keuniversalan cita-cita demokrasi dipadukan dengan
cita-cita hidup bangsa Indonesia yang dijiwai oleh semangat kekeluargaan,
sehingga tidak ada dominasi mayoritas atau minoritas.
II.
PRINSIP POKOK DEMOKRASI PANCASILA
Prinsip
merupakan kebenaran yang pokok/dasar orang berfikir, bertindak dan lain
sebagainya. Dalam menjalankan prinsip-prinsip demokrasi secara umum, terdapat 2
landasan pokok yang menjadi dasar yang merupakan syarat mutlak untuk harus
diketahui oleh setiap orang yang menjadi pemimpin
negara/rakyat/masyarakat/organisasi/partai/keluarga, yaitu:
1.
Suatu negara itu adalah milik seluruh rakyatnya, jadi bukan milik perorangan
atau milik suatu keluarga/kelompok/golongan/partai, dan bukan pula milik
penguasa negara.
2.
Siapapun yang menjadi pemegang kekuasaan negara, prinsipnya adalah selaku
pengurusa rakyat, yaitu harus bisa bersikap dan bertindak adil terhadap seluruh
rakyatnya, dan sekaligus selaku pelayana rakyat, yaitu tidak boleh/bisa
bertindak zalim terhadap tuannyaa, yakni rakyat.
Adapun prinsip pokok demokrasi Pancasila adalah
sebagai berikut:
1.
Pemerintahan berdasarkan hukum: dalam penjelasan UUD 1945 dikatakan:
a.
Indonesia ialah negara berdasarkan hukum (rechtstaat) dan tidak berdasarkan
kekuasaan belaka (machtstaat),
b. Pemerintah berdasar atas sistem konstitusi (hukum
dasar) tidak bersifat absolutisme (kekuasaan tidak terbatas),
c.
Kekuasaan yang tertinggi berada di tangan MPR.
2.
Perlindungan terhadap hak asasi manusia,
3.
Pengambilan keputusan atas dasar musyawarah,
4. Peradilan yang merdeka berarti badan peradilan
(kehakiman) merupakan badan yang merdeka, artinya terlepas dari pengaruh
kekuasaan pemerintah dan kekuasaan lain contoh Presiden, BPK, DPR, DPA atau
lainnya,
5. Adanya partai politik dan organisasi sosial
politik karena berfungsi Untuk menyalurkan aspirasi rakyat,
6.
Pelaksanaan Pemilihan Umum;
7. Kedaulatan adalah ditangan rakyat dan dilakukan
sepenuhnya oleh MPR (pasal 1 ayat 2 UUD 1945),
8.
Keseimbangan antara hak dan kewajiban,
9. Pelaksanaan kebebasan yang bertanggung jawab
secara moral kepada Tuhan YME, diri sendiri, masyarakat, dan negara ataupun
orang lain,
10.
Menjunjung tinggi tujuan dan cita-cita Nasional.
III.
CIRI-CIRI DEMOKRASI PANCASILA
Dalam bukunya, Pendidikan Pembelajaran dan
Penyebaran Kewarganegaraan, Idris Israil (2005:52-53) menyebutkan ciri-ciri
demokrasi Indonesia sebagai berikut:
1. Kedaulatan ada di tangan rakyat.
2. Selalu berdasarkan kekeluargaan dan
gotong-royong.
3. Cara pengambilan keputusan melalui musyawarah
untuk mencapai mufakat.
4. Tidak kenal adanya partai pemerintahan dan partai
oposisi.
5. Diakui adanya keselarasan antara hak dan
kewajiban.
6. Menghargai hak asasi manusia.
7. Ketidaksetujuan
terhadap kebijaksanaan pemerintah dinyatakan dan disalurkan melalui wakil-wakil
rakyat. Tidak menghendaki adanya demonstrasi dan pemogokan karena merugikan
semua pihak.
8. Tidak menganut sistem monopartai.
9. Pemilu dilaksanakan secara luber.
10. Mengandung sistem mengambang.
11. Tidak kenal adanya diktator mayoritas dan tirani
minoritas.
12. Mendahulukan kepentingan rakyat atau kepentingan
umum.
IV.
SISTEM PEMERINTAHAN DEMOKRASI PANCASILA
Landasan
formil dari periode Republik Indonesia III ialah Pancasila, UUD 45 serta
Ketetapan-ketetapan MPRS. Sedangkan sistem pemerintahan demokrasi Pancasila
menurut prinsip-prinsip yang terkandung di dalam Batang Tubuh UUD 1945
berdasarkan tujuh sendi pokok, yaitu sebagai berikut:
1. Indonesia ialah negara yang berdasarkan
hukumNegara Indonesia berdasarkan hukum (Rechsstaat), tidak berdasarkan atas
kekuasaan belaka (Machsstaat). Hal ini mengandung arti bahwa baik pemerintah
maupun lembaga-lembaga negara lainnya dalam melaksanakan tindakan apapun harus
dilandasi oleh hukum dan tindakannya bagi rakyat harus ada landasan hukumnya.
Persamaan kedudukan dalam hukum bagi semua warga negara harus tercermin di
dalamnya.
2. Indonesia menganut sistem konstitusional Pemerintah berdasarkan
sistem konstitusional (hukum dasar) dan tidak bersifat absolutisme (kekuasaan
yang mutlak tidak terbatas). Sistem konstitusional ini lebih menegaskan bahwa
pemerintah dalam melaksanakan tugasnya dikendalikan atau dibatasi oleh
ketentuan konstitusi, di samping oleh ketentuan-ketentuan hukum lainnya yang
merupakan pokok konstitusional, seperti TAP MPR dan Undang-undang.
3. Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) sebagai
pemegang kekuasaan negara yang tertinggi Seperti telah
disebutkan dalam pasal 1 ayat 2 UUD 1945 pada halaman terdahulu, bahwa
(kekuasaan negara tertinggi) ada di tangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh
MPR. Dengan demikian, MPR adalah lembaga negara tertinggi sebagai penjelmaan
seluruh rakyat Indonesia
Di bawah MPR, presiden ialah
penyelenggara pemerintah negara tertinggi. Presiden selain diangkat oleh
majelis juga harus tunduk dan bertanggung jawab kepada majelis. Presiden adalah
Mandataris MPR yang wajib menjalankan putusan-putusan MPR.
5. Pengawasan Dewan Perwakilan
Rakyat (DPR)
Presiden tidak bertanggung jawab kepada DPR, tetapi DPR mengawasi pelaksanaan mandat (kekuasaan pemerintah) yang dipegang oleh presiden dan DPR harus saling bekerja sama dalam pembentukan undang-undang termasuk APBN. Untuk mengesahkan undang-undang, presiden harus mendapat persetujuan dari DPR.
Presiden tidak bertanggung jawab kepada DPR, tetapi DPR mengawasi pelaksanaan mandat (kekuasaan pemerintah) yang dipegang oleh presiden dan DPR harus saling bekerja sama dalam pembentukan undang-undang termasuk APBN. Untuk mengesahkan undang-undang, presiden harus mendapat persetujuan dari DPR.
Presiden memiliki wewenang untuk
mengangkat dan memberhentikan menteri negara. Menteri ini tidak bertanggung
jawab kepada DPR, tetapi kepada presiden. Berdasarkan hal tersebut, berarti
sistem kabinet kita adalah kabinet kepresidenan/presidensil.
Kedudukan Menteri Negara
bertanggung jawab kepada presiden, tetapi mereka bukan pegawai tinggi biasa,
menteri ini menjalankan kekuasaan pemerintah dalam prakteknya berada di bawah
koordinasi presiden.
7. Kekuasaan Kepala Negara tidak
tak terbatas
Kepala Negara tidak bertanggung jawab kepada DPR, tetapi ia bukan diktator, artinya kekuasaan tidak tak terbatas. Ia harus memperhatikan sungguh-sungguh suara DPR. Kedudukan DPR kuat karena tidak dapat dibubarkan oleh presiden dan semua anggota DPR merangkap menjadi anggota MPR. DPR sejajar dengan presiden.
Kepala Negara tidak bertanggung jawab kepada DPR, tetapi ia bukan diktator, artinya kekuasaan tidak tak terbatas. Ia harus memperhatikan sungguh-sungguh suara DPR. Kedudukan DPR kuat karena tidak dapat dibubarkan oleh presiden dan semua anggota DPR merangkap menjadi anggota MPR. DPR sejajar dengan presiden.
V. FUNGSI DEMOKRASI PANCASILA
Adapun fungsi demokrasi Pancasila
adalah sebagai berikut:
1. Menjamin adanya keikutsertaan rakyat dalam kehidupan bernegara
Contohnya:
1. Menjamin adanya keikutsertaan rakyat dalam kehidupan bernegara
Contohnya:
a. Ikut menyukseskan Pemilu;
b. Ikut menyukseskan Pembangunan;
c. Ikut duduk dalam badan
perwakilan/permusyawaratan.
2. Menjamin
tetap tegaknya negara RI,
3. Menjamin
tetap tegaknya negara kesatuan RI yang mempergunakan sistem konstitusional,
4. Menjamin
tetap tegaknya hukum yang bersumber pada Pancasila,
5. Menjamin
adanya hubungan yang selaras, serasi dan seimbang antara lembaga negara,
6. Menjamin
adanya pemerintahan yang bertanggung jawab,
Contohnya:
Contohnya:
a. Presiden
adalah Mandataris MPR,
b. Presiden
bertanggung jawab kepada MPR.
VI.
BEBERAPA PERUMUSAN MENGENAI DEMOKRASI PANCASILA
Dalam bukunya Dasar-dasar Ilmu
Politik, Prof. Miriam Budiardjo mengemukakan beberapa perumusan mengenai
Demokrasi Pancasila yang diusahakan dalam beberapa seminar, yakni:
1. Seminar
Angkatan Darat II, Agustus 1966
a. Bidang
Politik dan Konstitusional
1) Demokrasi Pancasila seperti yang
dimaksud dalam Undang-Undang Dasar1945,yang berarti menegakkan kembali azas
negara-negara hukum dimana kepastian hukum dirasakan oleh segenap warga negara,
dimana hak-hak azasi manusia baik dalam aspek kolektif, maupun dalam aspek
perseorangan dijamin, dan dimana penyalahgunaan kekuasaan, dapat dihindarkan
secara institusionil. Dalam rangka ini harus diupayakan supaya lembaga-lembaga
negara dan tata kerja orde baru dilepaskan dari ikatan pribadi dan lebih
diperlembagakan (depersonalization, institusionalization )
2) Sosialisme
Indonesia yang berarti masyarakat adil dan makmur.
3)
Clan revolusioner untuk menyelesaikan revolusi , yang cukup kuat untuk
mendorong Indonesia ke arah kemajuan sosial dan ekonomi sesuai dengan
tuntutan-tuntutan abad ke-20.
b. Bidang Ekonomi Demokrasi ekonomi
sesuai dengan azas-azas yang menjiwai ketentuan-ketentuan mengenai ekonomi
dalam Undang-undang Dasar 1945 yang pada hakekatnya, berarti kehidupan yang
layak bagi semua warga negara, yang antara lain mencakup :
1)
Pengawasan oleh rakyat terhadap penggunaan kekayaan dan keuangan negara dan
2) Koperasi
3)
Pengakuan atas hak milik perorangan dan kepastian hukum dalam penggunaannya
4)
Peranan pemerintah yang bersifat pembina, penunjuk jalan serta pelindung.
2. Musyawarah
Nasional III Persahi : The Rule of Law, Desember 1966
Azas negara hukum Pancasila mengandung prinsip:
Azas negara hukum Pancasila mengandung prinsip:
a. Pengakuan dan
perlindungan hak azasi yang mengandung persamaan dalam bidang politik, hukum, sosial,
ekonomi, kultural dan pendidikan.
b. Peradilan
yang bebas dan tidak memihak, tidak terpengaruh oleh sesuatu kekuasaan/kekuatan
lain apapun.
c. Jaminan
kepastian hukum dalam semua persoalan. Yang dimaksudkan kepastian hukum yaitu
jaminan bahwa ketentuan hukumnya dapat dipahami, dapat dilaksanakan dan aman
dalam melaksanakannya.
3. Symposium
Hak-hak Azasi Manusia, Juni 1967
Demokrasi Pancasila, dalam arti
demokrasi yang bentuk-bentuk penerapannya sesuai dengan kenyataan-kenyataan dan
cita-cita yang terdapat dalam masyarakat kita, setelah sebagai akibat rezim
Nasakom sangat menderita dan menjadi kabur, lebih memerlukan pembinaan daripada
pembatasan sehingga menjadi suatu political culturea yang penuh vitalitas.
Berhubung dengan keharusan kita di tahun-tahun mendatang untuk mengembangkan a rapidly expanding economy, maka diperlukan juga secara mutlak pembebasan dinamika yang terdapat dalam masyarakat dari kekuatan-kekuatan yang mendukung Pancasila. Oleh karena itu diperlukan kebebasan berpolitik sebesar mungkin. Persoalan hak-hak azasi manusia dalam kehidupan kepartaian untuk tahun-tahun mendatang harus ditinjau dalam rangka keharusan kita untuk mencapai keseimbangan yang wajar di antara 3 hal, yaitu:
Berhubung dengan keharusan kita di tahun-tahun mendatang untuk mengembangkan a rapidly expanding economy, maka diperlukan juga secara mutlak pembebasan dinamika yang terdapat dalam masyarakat dari kekuatan-kekuatan yang mendukung Pancasila. Oleh karena itu diperlukan kebebasan berpolitik sebesar mungkin. Persoalan hak-hak azasi manusia dalam kehidupan kepartaian untuk tahun-tahun mendatang harus ditinjau dalam rangka keharusan kita untuk mencapai keseimbangan yang wajar di antara 3 hal, yaitu:
a. Adanya
pemerintah yang mempunyai cukup kekuasaan dan kewibawaan.
b. Adanya
kebebasan yang sebesar-besarnya.
c.
Perlunya untuk membina suatu rapidly expanding economy.
B. Demokrasi dan Kebebasan Berpolitik
Suatu negara demokrasi haruslah selalu berusaha dan menetapkan berbagai aturan maupun kebijakan – kebijakan yang dapat menunjang langgengnya proses demokrasi di negara tersebut. Penghapusan segala bentuk diskriminasi, ketidakadilan, intervensi dan pengekangan kebebasan termasuk hal – hal yang dapat menunjang proses demokrasi di suatu negara. Kondisi seperti ini dapat kita lihat di negara – negara yang sudah mapan dan stabil jalan dan proses demokrasi sistem pemerintahannya, seperti Amerika serikat dan negara – negara Eropa Barat.
Pengekangan terhadap kebebasan, seperti kebebasan berpendapat, berorganisasi, atau bahkan kebebasan berpolitik akan mematikan jalannya proses demokrasi di sebuah negara. Bagaimana tidak, dengan pengekangan tersebut pemerintah (penguasa) dapat dengan seenaknya membuat dan menetapkan aturan maupun kebijakan yang sepihak dengan hanya berdasarkan pada kepentingan pribadi maupun golongan (elit) yang sedang berkuasa. Larangan berpendapat maupun berorganisasi yang anti atau kontra terhadap sistem politik pemerintah yang sedang berkuasa membuat fungsi artikulasi dan agregasi dari suatu sistem politik mengalami kelumpuhan. Dengan sendirinya, kebijakan maupun aturan yang dibuat bisa sangat sepihak tanpa melihat kondisi real masyarakat, apalagi mendengarkan apa yang menjadi aspirasi mereka.
Kondisi seperti yang tergambar di atas pernah terjadi di Indonesia selama tiga puluh dua tahun pemerintahan rezim Orde Baru (1966 - 1998). Matinya demokrasi pada masa itu, dapat dilihat dari bagaimana represifitas pemerintah, khususnya dalam menekan berbagai tuntutan, baik yang datang dari individu maupun kelompok yang tidak puas dengan kinerja pemerintah. Hariman Siregar menggambarkan kondisi tersebut sebagi beikut :
“di dalam sistem ini, negara (melalui birokrasi negara sipil maupun militer) mengendalikan segalanya (bureaucratic authoritarian state). Masyarakat kemudian diatur dalam kelompok – kelompok fungsional yang tak bersaing satu sama lain. Pertentangan kelas dianggap tidak ada. Di sini pernyataan spontan kepentingan ditiadakan. Semuanya harus melalui saluran yang ditentukan. Lalu diciptakan lembaga – lembaga dalam jumlah terbatas, umumnya berupa perhimpunan masyarakat yang menyuarakan suatu jenis fungsi dan kepentingan, tetapi yang pemimpinnya direstui oleh pemerintah.”
Ternyata represifitas suatu pemerintahan seperti apa yang pernah terjadi di Indonesia tidak memberi peluang bagi tumbuh dan berkembangnya demokrasi dalam kehidupan bernegara. Maka tidak heran jika kemudian muncul tuntutan reformasi terhadap sistem politik yang ada. Intinya adalah tuntutan untuk mengembalikan kedaulatan ke tangan rakyat, mengembalikan hak – hak sipil dan politik masyarakat untuk berpikir, berorganisasi, dan berpendapat .
Seakan sudah menjadi keharusan bahwa apabila suatu negara ingin menegakkan demokrasi, maka negara tersebut haruslah lebih dahulu mengembalikan basic dari demokrasi itu sendiri, yaitu kebebasan dan hak politik masyarakat untuk berpikir, berorganisasi, dan berpendapat sehingga nantinya feed back akan terjadi dan berjalan secara dinamis di dalam sistem politik negara tersebut. Suatu kebijakan ataupun aturan yang dibuat oleh pemerintah akan direspon oleh masyarakat dalam bentuk tekanan dukungan maupun tuntutan. Respon ini kemudian akan dipertimbangkan untuk menjadi input yang akan diproses untuk menghasilkan kebijakan baru yang lebih baik dan lebih memihak.
C. Proses Demokrasi dan Kebebasan Politik Pasca jatuhnya Rezim Orde Baru di Indonesia
Seperti yang telah dibahas sebelumnya bahwa represifitas suatu pemerintahan akan mendorong lahirnya tuntutan reformasi terhadap sistem politik yang ada. Hal ini juga terjadi di Indonesia. Pada tahun 1998, represifitas pemerintahan rezim Orde Baru yang dirasakan oleh masyarakat telah mencapai titik klimaksnya. Kondisi ini diperparah oleh ketidakmampuan Pemerintah untuk memperbaiki kondisi perekonomian negara yang sempat rubuh akibat badai krisis ekonomi yang melanda Asia pada tahun 1997, dan berbagai krisis multidimensional lainnya yang kalau dikaji lebih dalam masih merupakan rangkaian akibat dari represifitas pemerintahan rezim Orde Baru .
Mundurnya Presiden Soeharto pada 21 Mei 1998 setelah sehari sebelumnya terjadi gelombang demonstrasi besar – besaran yang menuntutnya mundur. Ini tentunya menandai runtuhnya pemerintahan rezim Orde Baru dan dimulainya suatu masa yang disebut Reformasi. Hadirnya Reformasi kemudian diikuti oleh berbagai konsekuensi, baik itu yang positif maupun yang negatif. Akan tetapi hal yang lebih penting adalah represifitas pemerintah sudah dapat dikurangi, hak dan kebebasan politik masyarakat untuk berpikir, berorganisasi, dan berpendapat sudah dikembalikan, dan yang lebih penting lagi adalah proses demokrasi yang kembali tumbuh dan berjalan.
Berbagai konsekuensi turunan juga kemudian timbul mengikuti konsekuensi – konsekuensi tadi dalam arus reformasi di Indonesia. Adanya jaminan hak dan kebebasan masyarakat untuk berpikir, berorganisasi, dan berpendapat kemudian menjadi alat untuk melegitimasi lahirnya berbagai lembaga, buku-buku, aksi-aksi unjuk rasa, dan sebagainya . Partai politik pun tumbuh subur di Indonesia, bahkan dengan berbagai basis ideologi dan varian yang berbeda. Hal yang tentu bertolak belakang dengan asas tunggal yang diterapkan selama masa pemerintahan rezim Orde Baru yang otoriter.
“partai politik, terutama setelah tumbangnya era Orde Baru, tumbuh bagaikan jamur di musim hujan. Pada Pemilu 1999 ratusan partai politik didirikan, tapi yang boleh ikut Pemilu hanya 48 partai. Pada Pemilu 2004 ini, juga bermunculan ratusan partai politik, tapi yang lolos verifikasi hanya 24 partai, separuh dari tahun 1999. Realitas ini menandakan bahwa nafsu dan feeling berpolitik bangsa Indonesia sangat tinggi.
Pengekangan terhadap demokrasi dan kebebasan politik masyarakat Indonesia oleh penguasa selama masa Orde Baru benar – benar membuat masyarakat depresi. Seiring dengan lahirnya Reformasi, rasa depresi itupun dilampiaskan dengan mendirikan berbagai macam partai politik dan lembaga lainnya untuk membawa dan menyampaikan aspirasi dan kepentingan mereka. Perkembangan partai politik ini menunjukkan bahwa kebebasan berpolitik telah kembali mendapatkan jaminan untuk hidup di Indonesia. Ini pulalah yang diharapkan akan mengawal proses demokrasi di Indonesia.
Kembalinya sistem multipartai dalam Pemilu di Indonesia mengingatkan kita pada Pemilu 1955, di mana juga terdapat banyak partai dan melahirkan empat partai besar dengan basis ideologi yang berbeda sebagai pemenang. Akibatnya adalah benturan kepentingan di mana setiap kelompok saling berdebat di DPR hanya untuk bagaimana agar pandangan dan pendapat merekalah yang didengar dan diterapkan. Akibatnya adalah mereka melupakan bahwa mereka ada dan dipilih oleh rakyat untuk duduk di DPR sebagai perwakilan dari rakyat untuk bersama pemerintah mencari solusi terhadap terhadap berbagai masalah bangsa
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULA
Kata “demokrasi” berasal dari dua
kata, yaitu demos yang berarti rakyat, dan kratos/cratein yang berarti
pemerintahan, sehingga dapat diartikan sebagai pemerintahan rakyat, atau yang
lebih kita kenal sebagai pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk
rakyat. Konsep demokrasi menjadi sebuah kata kunci tersendiri dalam bidang ilmu
politik. Hal ini menjadi wajar, sebab demokrasi saat ini disebut-sebut sebagai
indikator perkembangan politik suatu negara.
ciri-ciri
demokrasi Indonesia sebagai berikut:
1. Kedaulatan ada di tangan rakyat.
2. Selalu berdasarkan kekeluargaan dan
gotong-royong.
3. Cara pengambilan keputusan melalui musyawarah
untuk mencapai mufakat.
4. Tidak kenal adanya partai pemerintahan dan partai
oposisi.
5. Diakui adanya keselarasan antara hak dan
kewajiban.
6. Menghargai hak asasi manusia.
7. Ketidaksetujuan
terhadap kebijaksanaan pemerintah dinyatakan dan disalurkan melalui wakil-wakil
rakyat. Tidak menghendaki adanya demonstrasi dan pemogokan karena merugikan
semua pihak.
8. Tidak menganut sistem monopartai.
9. Pemilu dilaksanakan secara luber.
10. Mengandung sistem mengambang.
11. Tidak kenal adanya diktator mayoritas dan tirani
minoritas.
B. KRITIK dan SARAN.
Dalam membuat makalh ini punulis masih merasakan ada
kekurangan baik itu dalam bentuk maupun isinya,oleh itu kami mengharapkan
kritik dan saran yang dapat membangun supya kedepannya menjadi lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA
Budiardjo,
Miriam. 2002. Dasar-dasar Ilmu Politik. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama.
Israil, Idris.
2005. Pendidikan Pembelajaran dan Penyebaran Kewarganegaraan. Malang : Fakultas
Peternakan Universitas Brawijaya.
Sharma, P. 2004. Sistem Demokrasi Yang Hakiki. Jakarta : Yayasan Menara Ilmu.
Sharma, P. 2004. Sistem Demokrasi Yang Hakiki. Jakarta : Yayasan Menara Ilmu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar