BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Penyerbukan dan pembuahan dapat berhasil namun
setelah persilangan buatan seringkali dijumpai permasalahan antara lain buah
yang terbentuk gugur saat embrio belum matang, terbentuk buah dengan endosperm
yang kecil atau terbentuk buah dengan embrio yang kecil dan lemah. Kondisi
tersebut dapat menghambat program pemuliaan tanaman karena embrio muda, embrio
dengan endosperm kecil atau embrio kecil dan lemah seringkali tidak dapat
berkecambah secara normal dalam kondisi biasa.
Untuk mengatasi hal tersebut di atas maka embrio
tersebut dapat diselamatkan dan ditanam secara aseptis dalam media buatan
sehingga dapat berkecambah dan menghasilkan tanaman utuh. Teknik untuk menanam
embrio muda ini dikenal dengan sebutan penyelamatan embrio (embryo rescue).
Selain teknik penyelamatan embrio ini dikenal
juga teknik kultur embrio (embryo culture), yaitu penanaman embrio dewasa pada
media buatan secara aseptis. Embrio culture adalah salah satu teknik kultur jaringan
yang pertama kali berhasil. Aplikasi kultur embrio ini antara lain perbanyakan
tanaman, pematahan dormansi untuk mempercepat program pemuliaan serta
perbanyakan tanaman yang sulit berkecambah secara alami.
1.1 TUJUAN DAN MANFAAT
1.1.1 TUJUAN
- Mahasiswa mampu mengetahui manfaat dan tujuan kultur embrio
- Mahasiswa mampu mengetahui teknik-teknik dalam kultur embrio
- Mahasiswa mampu mengetahui teknik isolasi kultur embrio dengan baik dan benar
1.1.2
MANFAAT
Agar mahasiswa dapat memilki
ketrampilan secara pengetahuan mengenai kultur embrio.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Kultur Jaringan
Kultur jaringan/Kultur In
Vitro/Tissue Culture adalah suatu teknik untuk mengisolasi, sel, protoplasma,
jaringan, dan organ dan menumbuhkan bagian tersebut pada nutrisi yang
mengandung zat pengatur tumbuh tanaman pada kondisi aseptik,sehingga
bagian-bagian tersebut dapat memperbanyak diri dan beregenerasi menjadi tanaman
sempurna kembali.
Teori Dasar Kultur Jaringan
a. Sel
dari suatu organisme multiseluler di mana pun letaknya, sebenarnya sama dengan
sel zigot karena berasal dari satu sel tersebut (Setiap sel berasal dari satu
sel).
b. Teori
Totipotensi Sel (Total Genetic Potential), artinya setiap sel memiliki potensi
genetik seperti zigot yaitu mampu memperbanyak diri dan berediferensiasi
menjadi tanaman lengkap.
Tahapan yang dilakukan dalam
perbanyakan tanaman dengan teknik kultur jaringan adalah:
1) Pembuatan media
2) Inisiasi
3) Sterilisasi
4) Multiplikasi
5) Pengakaran
6) Aklimatisasi
Media merupakan faktor penentu
dalam perbanyakan dengan kultur jaringan. Komposisi media yang digunakan
tergantung dengan jenis tanaman yang akan diperbanyak. Media yang digunakan
biasanya terdiri dari garam mineral, vitamin, dan hormon. Selain itu,
diperlukan juga bahan tambahan seperti agar, gula, dan lain-lain. Zat pengatur
tumbuh (hormon) yang ditambahkan juga bervariasi, baik jenisnya maupun
jumlahnya, tergantung dengan tujuan dari kultur jaringan yang dilakukan. Media
yang sudah jadi ditempatkan pada tabung reaksi atau botol-botol kaca. Media
yang digunakan juga harus disterilkan dengan cara memanaskannya dengan
autoklaf.
Inisiasi adalah pengambilan
eksplan dari bagian tanaman yang akan dikulturkan. Bagian tanaman yang sering
digunakan untuk kegiatan kultur jaringan adalah tunas.
Sterilisasi adalah bahwa
segala kegiatan dalam kultur jaringan harus dilakukan di tempat yang steril,
yaitu di laminar flow dan menggunakan alat-alat yang juga steril. Sterilisasi
juga dilakukan terhadap peralatan, yaitu menggunakan etanol yang disemprotkan
secara merata pada peralatan yang digunakan. Teknisi yang melakukan kultur
jaringan juga harus steril.
Multiplikasi adalah kegiatan
memperbanyak calon tanaman dengan menanam eksplan pada media. Kegiatan ini
dilakukan di laminar air flow untuk menghindari adanya kontaminasi yang
menyebabkan gagalnya pertumbuhan eksplan. Tabung reaksi yang telah ditanami
ekplan diletakkan pada rak-rak dan ditempatkan di tempat yang steril dengan suhu
kamar.
Pengakaran adalah fase dimana
eksplan akan menunjukkan adanya pertumbuhan akar yang menandai bahwa proses
kultur jaringan yang dilakukan mulai berjalan dengan baik. Pengamatan dilakukan
setiap hari untuk melihat pertumbuhan dan perkembangan akar serta untuk melihat
adanya kontaminasi oleh bakteri ataupun jamur. Eksplan yang terkontaminasi akan
menunjukkan gejala seperti berwarna putih atau biru (disebabkan jamur) atau
busuk (disebabkan bakteri).
Aklimatisasi adalah kegiatan
memindahkan eksplan keluar dari ruangan aseptic ke bedeng. Pemindahan dilakukan
secara hati-hati dan bertahap, yaitu dengan memberikan sungkup. Sungkup
digunakan untuk melindungi bibit dari udara luar dan serangan hama penyakit
karena bibit hasil kultur jaringan sangat rentan terhadap serangan hama
penyakit dan udara luar. Setelah bibit mampu beradaptasi dengan lingkungan
barunya maka secara bertahap sungkup dilepaskan dan pemeliharaan bibit
dilakukan dengan cara yang sama dengan pemeliharaan bibit generatif.
Terdapat beberapa jenis
pemuliaan tanaman dalam kutur jaringan tumbuhan,salah satunya adalah
penyelamatan embrio (embryo rescue) dan kultur embrio.
Pemuliaan tanaman terjadi
melalui hibridisasi dan seleksi. Dengan menyilangkan tanaman, pemulia berusaha
untuk menggabungkan karakter terbaik dari 2 tanaman yang berbeda. Melalui
seleksi, pemulia mencoba untuk menyeleksi anakan yang memiliki kombinasi
kualitas yang optimal dari kedua tanaman induk. Proses ini tentu saja sangat
tergantung pada produksi benih viable. Jika benih viabel tidak terbentuk, tidak
akan ada keturunan yang akan diseleksi. Tidak ada anakan tidak berarti
fertilisasi tidak terjadi setelah polinasi. Kemungkinan terjadi keguguran
embryo pada fase dini perkembangan biji, akibat penyebab yang tidak diketahui.
Dengan teknik kultur jaringan, embryo yang belum matang ini dapat diselamatkan
(SBW International, 2008)
Teknik penyelamatan embrio
(embryo rescue) mulai dikembangkan tahun 1900an yang memungkinkan benih yang
belum matang atau embrio diselamatkan untuk membentuk tanaman baru. Ini
biasanya dilakukan untuk benih – benih yang memiliki masa dormansi yang
panjang. Belakangan ini juga berkembang teknik penyelamatan bakal biji yang
telah terserbuki tapi tidak pernah menghasilkan benih viable. Penyelamatan
embryo banyak dilakukan untuk memperoleh hibrida interspesifik dan
intergenerik. Misalnya pada kentang dan berbagai tanaman hias.
Kultur embrio belum matang
yang diambil dari biji memiliki 2 macam aplikasi. Dalam beberapa hal,
incompatibilitas antar spesies atau kultivar yang timbul setelah pembentukan
embrio akan menyebabkan aborsi embrio. Embryo seperti ini dapat diselamatkan
dengan cara mengkulturkan embrio yang belum matang dan menumbuhkannya pada
media kultur yang sesuai. Aplikasi lain kultur embrio adalah untuk
menyelamatkan embrio yang sudah matang agar tidak mati akibat serangan hama dan
penyakit.
Teknik embryo culture dan
embryo rescue pada dasarnya melibatkan 3 tahapan, yaitu:
1). Sterilisasi eksplan
Embrio pada prinsipnya berada
dalam keadaan steril. Hal ini disebabkan karena embrio berada di dalam buah (di
dalam biji) terlindung oleh jaringan-jaringan buah dan biji yang berada di luar
embrio, antara lain oleh kulit buah, daging buah dan kulit biji. Keadaan ini
menyebabkan sterilisasi embrio tidak perlu dilakukan.
Sterilisasi permukaan perlu
dilakukan pada buah ataupun biji untuk mensterilkan permukaan buah/biji
sehingga pada waktu isolasi embrio tidak terdapat sumber kontaminan. Karena
embrio berada di dalam, sterilisasi dapat dilakukan dengan pembakaran buah/biji
atau dengan sterilan kimia seperti sodium hypochlorite dengan konsentrasi cukup
tinggi (>2 %).
2). Isolasi dan penanaman embrio
Seringkali masalah timbul saat
isolasi embrio terutama untuk embrio berukuran kecil sehingga isolasinya harus
dilakukan di bawah mikroskop. Untuk embrio berukuran besar, isolasi embrio
tidak menjadi masalah. Isolasi harus dilakukan secara hati-hati agar embrio
tidak rusak dan kehilangan salah satu atau lebih bagian-bagiannya (radicula,
plumula, hypocotil, coleoptyl, dll). Selain itu harus tetap dijaga juga agar
isolasi dilakukan dalam kondisi tetap aseptis. Embrio yang telah diisolasi
selanjutnya ditanam pada media yang telah dipersiapkan.
Media untuk pengecambahan embrio
cukup sederhana. Kebutuhan nutrisi di dalam media untuk pengecambahan embrio
juga lebih sederhana dibandingkan dengan media untuk tujuan teknik kultur yang
lain. Pada prinsipnya media diperlukan untuk menggantikan peranan endosperm
dalam mendukung perkecambahan embrio dan perkembangan bibit muda mengingat
embrio yang ditanam umumnya telah memiliki radicula dan plumula. Media yang
umum digunakan untuk pengecambahan embrio adalah media Knudson dan Vacin &
Went (untuk anggrek), Media MS dalam ½ konsentrasi garam-garamnya. Dalam
pengecambahan embrio dewasa umumnya vitamin tidak ditambahkan dalam media,
namun sumber karbon tetap diperlukan meskipun dalam konsentrasi yang lebih
rendah (umumnya 20 g/l). Akan tetapi, dalam pengecambahan embrio muda
diperlukan media yang lebih kompleks. Perkembangan embrio muda perlu didukung
pada awalnya sehingga radicula dan plumula dapat berkembang sempurna sebelum
embrio ini berkecambah. Untuk itu, nutrisi yang lebih lengkap beserta vitamin
seperti nicotinic acid, biotin, vitamin C, vitamin B perlu ditambahkan pada
media kultur embrio muda ini. Hormon tanaman umumnya tidak ditambahkan dalam
media kultur embrio karena penambahan hormon tanaman kemungkinan dapat
merangsang terbentuknya kalus pada embrio. Kalus umumnya tidak diinginan pada
kultur embrio mengingat tujuan kulturnya adalah untuk merangsang perkecambahan
embrio. Pada beberapa kasus, terutama untuk embrio muda atau embrio yang
mengalami dormansi, penambahan giberellin dalam media kultur dapat dilakukan.
Untuk pengecambahan embrio umumnya digunakan media padat sehingga agar pada
konsentrasi 0,8 sampai 1,6 % ditambahkan ke dalam media. Media cair kadangkala
diperlukan untuk pengecambahan, misalnya pada embrio kelapa. Kondisi
pengecambahan ini memodifikasi kondisi alamiah perkecambahan buah kelapa dimana
nutrisi tersedia dari endosperm yang cair yaitu berupa air kelapa. Apabila
media cair digunakan untuk pengecambahan, umumnya kultur ditempatkan di atas
shaker (alat penggojok) untuk menghindari kekurangan oksigen pada eksplan yang
dapat menyebabkan eksplan mati.
3). Aklimatisasi
Aklimatisasi dilakukan setelah
embrio berkecambah dan diperoleh plantlet yang siap untuk dipindahkan ke
lapangan. Teknik aklimatisasi untuk plantlet hasil regenerasi kultur embrio
pada prinsipnya sama dengan aklimatisasi plantlet hasil regenerasi dari teknik
kultur jaringan lainnya.
Selain kultur embrio dan
embrio rescue,terdapa pula beberapa tipe – tipe kultur lain ,yaitu: kultur
kalus, kultur meristem,kultur suspensi sel, kultur protoplas, kultur anther dan
pollen, dan kultur spora paku.
Kedua teknik ini (embryo
culture dan embryo rescue) dewasa ini dilakukan untuk berbagai tujuan, antara
lain:
1) Mematahkan dormansi
Beberapa spesies tanaman
memiliki masa dormansi yang panjang, misalnya cherry, hazel nut, dll. Selain
itu ada juga beberapa jenis tanaman yang bisa menghasilkan biji namun tidak
dapat dikecambahkan secara normal di alam misalnya Musa balbislana. Untuk
memecahkan masalah tersebut, maka biji tanaman ini dapat dikecambahkan secara
invitro. Dormansi fisik dapat dipatahkan dengan cara mengisolasi embrio dari
biji lalu mengecambahkannya, sedangkan dormansi fisiologis dapat dipecahkan
dengan perlakuan kimia seperti penambahan giberellin (GA3) ke dalam media
kultur.
2) Perkecambahan dari tanaman yang memerlukan
bantuan/ parasit
Tanaman anggrek merupakan
salah satu contoh tanaman yang bijinya sangat sulit berkecambah di alam. Biji
anggrek sangat kecil dan memiliki endosperm yang sangat miskin sehingga tidak
bisa mendukung perkecambahan bijinya. Di alam, proses perkecambahan anggrek
teresterrial (tanah) diawali dengan simbiosis antara biji anggrek dengan jamur
(mycorrizha) dimana hifa jamur akan menembus kulit biji dan mensuplai makanan
bagi biji anggrek. Tanpa simbiosa ini, biji anggrek tidak memperoleh cukup
bahan makanan untuk perkecambahannya disebabkan karena endospermnya yang sangat
kecil. Meskipun anggrek epiphyt tidak memerlukan simbiosa ini, namun biji
anggrek epiphyt juga memiliki endosperm yang amat sangat kecil sehingga sulit
berkecambah secara alamiah. Dengan teknik kultur jaringan (embryo culture),
biji anggrek dikecambahkan secara invitro sehingga dewasa ini bisa diperoleh
bibit anggrek dengan mudah. Produksi bibit anggrek dewasa ini merupakan
industri yang berkembang sangat pesat dan menguntungkan. Teknik ini biasanya
didahului dengan persilangan untuk memperoleh silangan-silangan. Dalam setahun,
ribuan silangan baru anggrek bisa diperoleh. Masing-masing nursery biasanya
memiliki pohon induk dengan keunggulan yang berbeda sehingga dihasilkan beragam
varietas baru dengan bentuk dan warna bunga yang beragam.
3) Memperpendek siklus pemuliaan tanaman
Dormansi biji dapat mengambat
program pemuliaan tanaman. Pemecahan dormansi dengan kultur embrio (embryo
culture) merupakan salah satu upaya untuk mempercepat perkecambahan biji hasil
pemuliaan tanaman sehingga bisa mempercepat proses pemuliaan tanaman.
4) Produksi tanaman haploid lewat penyelamatan
embrio hasil persilangan antar jenis tertentu
Salah satu cara yang dilakukan
untuk memperoleh tanaman haploid adalah silangan antar spesies tertentu.
Contohnya adalah persilangan antara Hordeum vulgare dengan H. bulbosum. Setelah
penyilangan yang kemudian diikuti oleh pembuahan, kromosom H. bulbosum
tereliminasi sehingga hanya kromosom H. bulbosum yang terekspresi, sehingga
dapat dihasilkan biji haploid dari silangan ini. Sayangnya persilangan ini
mengakibatkan embrio gugur (buah gugur) sebelum buah tersebut dewasa. Hasil
silangan ini (buah haploid) tidak akan dapat diperoleh apabila buah muda
tersebut tidak diselamatkan dengan cara memanennya sebelum gugur lalu
mengecambahkan embrio muda (teknik embryo rescue) ini secara invitro.
5) Mencegah gugurnya buah (embrio) pada buah
Gugurnya buah sebelum buah
tersebut dewasa sangat umum ditemukan pada persilangan. Berbagai macam faktor
dapat menyebabkan buah tersebut gugur sebelum masak. Pada persilangan buah-buah
batu, transportasi air dan hasil fotosintesa dari daun dan batang ke buah
terhambat sehingga mengakibatkan terbentuknya lapisan absisi pada tangkai buah.
Akibatnya buah tidak memperoleh nutrisi yang dibutuhkan untuk perkembangannya
sehingga buah dengan embrio yang terbentuk gugur sebelum dewasa. Teknik embryo
rescue umumnya dilakukan untuk menyelamatkan hasil silangan ini dengan cara
memanen buah muda hasil persilangan sebelum buah gugur kemudian
mengecambahkannya secara invitro.
6) Mencegah kehilangan biji setelah persilangan
(interspesific)
Persilangan antar varietas
tanaman dalam satu spesies seringkali menghasilkan buah dengan endosperm yang
miskin atau embrio lemah dan berukuran kecil. Biji-biji dengan kondisi demikian
seringkali sulit sekali atau tidak bisa dikecambahkan dalam kondisi normal.
Teknik kultur embrio dapat digunakan untuk membantu perkecambahannya. Hal ini
telah dilakukan pada tomat, padi, barley, dan phaseolus.
7) Perbanyakan vegetatif
Embrio dapat digunakan sebagai
bahan dasar perbanyakan vegetatif seperti misalnya pada Poaceae dan paku-pakuan
(menggunakan spora).
2.2 Aplikasi Teknik Kultur Jaringan
Saat ini teknik kultur
jaringan digunakan bukan hanya sebagai sarana untuk mempelajari aspek-aspek
fisiologi dan biokimia tanaman saja. Akan tetapi sudah berkembang menjadi
metoda untuk berbagai tujuan seperti:
a. Mikropropagasi (Perbanyakan tanaman secara
mikro)
Teknik kultur jaringan telah digunakan dalam
membantu produksi tanaman dalam skala besar melalui mikropropagasi atau
perbanyakan klonal dari berbagai jenis tanaman. Jaringan tanaman dalam jumlah
yang sedikit dapat menghasilkan ratusan atau ribuan tanaman secara terus
menerus. Teknik ini telah digunakan dalam skala industri di berbagai negara
untuk memproduksi secara komersial berbagai jenis tanaman seperti tanaman hias
(anggrek, bunga potong, dll.), tanaman buah-buahan (seperti pisang), tanaman industri
dan kehutanan (kopi, jati, dll). Dengan menggunakan metoda kultur jaringan,
jutaan tanaman dengan sifat genetis yang sama dapat diperoleh hanya dengan
berasal dari satu mata tunas. Oleh karena itu metoda ini menjadi salah satu
alternatif dalam perbanayakan tanaman secara vegetatif.
b. Perbaikan tanaman
Seperti telah diketahui bahwa dalam usaha
perbaikan tanaman melalui metoda pemuliaan secara konvensional untuk
mendapatkan suatu galur murni akan memerlukan enam atau tujuh generasi hasil
penyerbukan sendiri maupun persilangan. Melalui teknik kultur jaringan, antara
lain dengan cara memproduksi tanaman haploid melalui kultur polen, antera atau
ovari yang diikuti dengan penggandaan kromosom, akan mempersingkat waktu untuk
mendapatkan tanaman yang homozigot.
c. Produksi tanaman yang bebas penyakit (virus)
Teknologi kultur jaringan telah memberikan
kontribusinya dalam mendapatkan tanaman yang bebas dari virus. Pada tanaman
yang telah terinfeksi virus, sel-sel pada tunas ujung (meristem) merupakan
daerah yang tidak terinfeksi virus. Dengan cara mengkulturkan bagian meristem
pada media kultur yang cocok akan diperoleh tanaman yang bebas virus. Teknik
ini telah banyak digunakan dalam memproduksi berbagai tanaman hortkultura yang
bebas penyakit.
d. Transformasi genetik
Teknik kultur jaringan telah menjadi bagian
penting dalam membantu keberhasilan rekayasa genetika tanaman (transfer gen).
Sebagai contoh transfer gen bakteri (seperti gen cry dari Bacillus
thuringensis) kedalam sel tanaman akan terekspresi setelah regenerasi tanaman
transgeniknya tercapai.
e. Produksi senyawa metabolit sekunder
Kultur sel-sel tanaman juga dapat digunakan
untuk memproduksi senyawa biokimia (metabolit sekunder) seperti alkaloid,
terpenoid, phenyl propanoid dll. Teknologi ini sekarang sudah tersedia dalam
skala industri. Sebagai contoh produksi secara komersial senyawa “shikonin”
dari kultur sel Lithospermum erythrorhizon.
2.3 Sejarah Kultur Jaringan Tanaman
Penggunaan teknik kultur jaringan dimulai oleh
Gottlieb Haberlandt pada tahun 1902 dalam usahanya mengkulturkan sel-sel rambut
dari jaringan mesofil daun tanaman monokotil. Akan tetapi usahanya gagal karena
sel-sel tersebut tidak mengalami pembelahan. Diduga kegagalannya itu karena
tidak digunakannya zat pengatur tumbuh yang diperlukan untuk pembelahan sel,
proliferasi dan induksi embrio. Pada tahun 1904, Hannig melakukan penanaman
embrio yang diisolasi dari beberapa tanaman crucifers. Tahun 1922, secara
terpisah Knudson dan Robbin masing-masing melakukan usaha penanaman benih anggrek
dan kultur ujung akar.
Setelah tahun 1920-an penemuan
dan perkembangan teknik kultur jaringan terus berlanjut. Berikut tabel yang
menunjukkan sejarah perkembangan bidang kultur jaringan tanaman yang diadaptasi
dari berbagai sumber.
Berikut adalah penemuan-penemuan
penting dalam sejarah kultur jaringan :
1838 Schleiden & Schwann mengemukakan teori
Totipotensi
1902 Haberlandt:: Orang pertama yang mencoba
mengisolasi dan mengkulturkan jaringan tanaman monokotil, tetapi gagal
1922 Knudson: mengecambahkan biji anggrek
1924 Blumenthal & Meyer: Pembentukan kalus
dari eksplan akar wortel
1929 Laibach & Hered: Kultur embrio untuk
mengatasi inkompatibilitas pada tanaman Linum spp.
1934 - Gautheret: Kultur in vitro dari jaringan
kambium tanaman berkayu dan perdu, tetapi gagal.
-
White: Keberhasilan kultur akar tomat
dalam waktu yang panjang
-
Kogl et.al. : Identifikasi hormon tanaman pertama, IAA, untuk pemanjangan sel.
1936 LaRue: Kultur embrio pada beberapa tanaman
gymnospermae
1939 Gautheret: Berhasil menumbuhkan kultur
kambium tanaman wortel dan tembakau
1941 Overbeek: Penggunaan air kelapa untuk
menumbuhkam kultur embrio muda tanaman Datura
1944 Kultur in vitro pertama dari tanaman
tembakau untuk studi pembentukan tunas adventif
1948 Skoog dan Tsui: Pembentukan tunas dan akar
adventif dari tembakau
1949 Nitsch: Kultur in vitro tanaman buah-buahan
1952
el & Martin:
-
Kultur meristem untuk mendapatkan tanaman Dahlia yang bebas virus
-
Keberhasilan pertama micro-grafting
1953 Tulecke: Kalus haploid dari polen tanaman
Ginkgo biloba
1955 Miller: Penemuan struktur dan sintesa dari
kinetin
1957 Skoog & Miller: Menemuan bahwa
pembentukan akar dan tunas dalam kultur tergatung pada perbandingan auksin :
sitokinin
1958
-
Maheswari & Rangaswamy: Regenerasi embrio somatik dari nuselus ovul Citrus
-
Reinert & Steward: Pertumbuhan dan perkembangan kultur suspensi wortel
1959
-
Cocking: Degradasi enzimatik dinding sel untuk mendapatkan protoplas
-
Morel: Perbanyakan vegetatif anggrek melalui kultur meristem
1962 Murashige & Skoog: Perkembangan media
MS
1964 Guha & Maheswari: Penemuan tanaman
haploid pertama melalui androgenesis tanaman Datura
1969 Erickson & Jonassen: Isolasi protoplas
dari suspensi sel Hapopappus
1970 Power: Fusi protoplas
1960 Chilton: Keberhasilan integrasi T-DNA
pada tanaman
1961 Noguchi dkk.: Penanaman sel-sel
tembakau dalam bioreaktor berkapasitas 20 000 L.
1962 Melchers dkk.: Hibridisasi somatik
antara tanaman tomat dan kentang
1963 Tabata dkk.: Produksi shikonin pada
skala industri melalui kultur sel
1982 Zimmermann: Fusi protoplas secara elektrik
(Electrofusion)
1983 Mitsui Petrochemicals: Produksi metabolit
sekunder pertama dalam skala industri melalui kultur suspensi pada tanaman
Lithospermum spp.
1985-1990 Perkembangan transfer gen pada tanaman
berkembang cepat, seperti penggunaan Agrobacterium, particle bombardment (gen
gun), electroporasi, mikroinjeksi.
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Kultur Embrio
Pada
program pemuliaan tanaman, biasanya dilakukan persilangan buatan antara tanaman
induk (P) untuk menghasilkan hibrid baru. Persilangan buatan lebih mudah
berhasil bila dilakukan antar tanaman dengan hubungan kekerabatan yang dekat.
Untuk memperoleh sifat-sifat yang diinginkan, seringkali penyilangan dilakukan
dengan tanaman liar atau bahkan persilangan dengan varietas yang berbeda bila
sifat-sifat tersebut tidak terdapat pada kerabat dekatnya.
Penyerbukan
dan pembuahan dapat berhasil namun setelah persilangan buatan seringkali
dijumpai permasalahan antara lain buah yang terbentuk gugur saat embrio belum
matang, terbentuk buah dengan endosperm yang kecil atau terbentuk buah dengan
embrio yang kecil dan lemah. Kondisi tersebut dapat menghambat program
pemuliaan tanaman karena embrio muda, embrio dengan endosperm kecil atau embrio
kecil dan lemah seringkali tidak dapat berkecambah secara normal dalam kondisi
biasa.
Untuk
mengatasi hal tersebut di atas maka embrio tersebut dapat diselamatkan dan
ditanam secara aseptis dalam media buatan sehingga dapat berkecambah dan
menghasilkan tanaman utuh. Teknik untuk menanam embrio muda ini dikenal dengan
sebutan penyelamatan embrio (embryo rescue).
Selain
teknik penyelamatan embrio ini dikenal juga teknik kultur embrio (embryo
culture), yaitu penanaman embrio dewasa pada media buatan secara aseptis.
Aplikasi kultur embrio ini antara lain perbanyakan tanaman, pematahan dormansi
untuk mempercepat program pemuliaan serta perbanyakan tanaman yang sulit
berkecambah secara alami, misalnya anggrek.
Embryo
Culture atau kultur embrio adalah isolasi steril dari embrio muda (immature
embryo) atau embrio dewasa/tua (mature embryo) secara invitro dengan tujuan
untuk memperoleh tanaman yang lengkap. Embrio culture adalah salah satu teknik
kultur jaringan yang pertama kali berhasil, sejarahnya:
1. Tahun
1904, seorang ilmuwan bernama Hanning berhasil memperoleh tanaman sempurna dari
embryo Cruciferae yang diisolasi secara invitro
2. Tahun
1924 adalah saat pertama kali dilakukan penelitian untuk memecahkan masalah
dormansi biji secara invitro pada embrio Linum
3. Tahun
1933 Tuckey berhasil memperoleh tanaman dari immature embryo buah batu.
Kultur
embrio berguna dalam menolong embrio hasil persilangan seksual antara spesies
atau genera yang berkerabat jauh yang sering kali gagal karena embrio
hibridanya mengalami keguguran. Kultur embrio telah digunakan untuk menghasilkan
hibrida untuk beberapa spesies tanaman. Media kultur embrio mencakup
garam-garam anorganik, sukrosa, vitamin, asam amino, hormon, dan substansi yang
secara nutrisi tidak terjelaskan seperti santan kelapa. Embrio yang lebih muda
membutuhkan media yang lebih kompleks dibandingkan dengan embrio yang lebih
tua. Perpindahan embrio dari lingkungan normal dalam biji akan mengatasi
hambatan yang ditimbulkan oleh kulit biji yang sulit ditembus (Nasir, 2002).
Kultur
embrio belum matang yang diambil dari biji memiliki 2 macam aplikasi. Dalam
beberapa hal, incompatibilitas antar spesies atau kultivar yang timbul setelah
pembentukan embrio akan menyebabkan aborsi embrio. Embryo seperti ini dapat
diselamatkan dengan cara mengkulturkan embrio yang belum matang dan
menumbuhkannya pada media kultur yang sesuai. Aplikasi lain kultur embrio
adalah untuk menyelamatkan embrio yang sudah matang agar tidak mati akibat
serangan hama dan penyakit (http://www.fp.unud.ac.id, 2010).
Proses
perkecambahan pada kultur embrio dimulai dari Benih menyerap air melalui testa,
Embrio mengalami imbibisi, membengkak, pembelahan sel dimulai, dan embrio
menembus kulit biji, Protocorm terbentuk dari massa embrio, Diferensiasi organ
dimulai dg pembentukan meristem tunas & rhizoid, Jika ada cahaya, daun
terbentuk, diikuti oleh akar sejati. Rhizoid & protocorm tidak berfungsi
lagi dan terdegenerasi (Slater et.al., 2003).
Faktor yang mempengaruhi
kesuksesan kultur embrio adalah (Zulkarnain, 2009) :
·
Genotipe : Pada suatu spesies, embrio mudah diisolasi dan tumbuh, sementara
tanaman lain susah
·
Tahap (stage) embrio diisolasi The bigger the better
·
Kondisi tumbuh tanaman Inang : Sebaiknya ditumbuhkan di rumah kaca/ kondisi
terkontrol. Embrio mesti cukup besar dan berkualitas tinggi
Kondisi
media kultur embrio harus diperhatikan, seperti Hara makro dan mikro, Ph 5.0 –
6.0, Sukrosa sbg sumber energi. Embrio belum matang perlu 8 – 12%, matang perlu
3%, Auksin dan sitokinin tidak diperlukan. GA untuk memecahkan dormansi,
Vitamin (optional), Senyawa organik (opt), air kelapa, casein hydrolisate,
glutamin (penting) (Luri, 2009).
Kultur embrio adalah kultur
jaringan tanaman dengan menggunakan eksplan berupa embrio tanaman. Embrio tidak
dimaksudkan untuk menumbuhkan kalus dari embrio yang digunakan. Embrio
diharapkan tetap mempertahankan integritasnya dan tumbuh menjadi tanaman.
Kultur embrio ditujukan untuk membantu perkecambahan embrio menjadi tanaman
lengkap (George and Sherrington, 1984).
Embrio
yang dikulturkan harus berada dalam kondisi Menunjukkan masa dormansi yang panjang, Embrio hibrida hasil
penyilangan interspesifik yang tidak kompatibel dengan endospermnya, Embrio dengan
endosperm yang rusak seperti kelapa kopyor, Embrio tanpa endosperm seperti
pada anggrek. 2 macam kultur embrio: Kultur embrio yg belum
matang, utk mencegah keguguran : embryo rescue, Kultur embrio matang, utk
merangsang perkecambahan : embryo culture. Isolasi secara steril embrio matang
ataupun belum matang, dengan tujuan memperoleh tanaman yang viabel (Wetter dan
Constabel, 1991).
Kondisi
Lingkungan kultur embrio yaitu memerlukan Oksigen (perlu oksigen tinggi),
Cahaya : kadang embrio perlu ditumbuhkan dalam gelap selama 14 hari, kemudian
ditransfer ke cahaya untuk merangsang sintesa klorofil, Suhu : kadang perlu
perlakuan dingin (vernalisasi, 4oC) untuk memecah dormansi (Sugito
dan Nugroho, 2004).
3.2 Teknik Kultur Embrio
Program pemuliaan tanaman, biasanya dilakukan
persilangan buatan antara tanaman induk (P) untuk menghasilkan hibrid baru.
Persilangan buatan lebih mudah berhasil bila dilakukan antar tanaman dengan
hubungan kekerabatan yang dekat. Agar memperoleh sifat-sifat yang diinginkan,
seringkali penyilangan dilakukan dengan tanaman liar atau bahkan persilangan
dengan varietas yang berbeda bila sifat-sifat tersebut tidak terdapat pada
kerabat dekatnya. Penyerbukan dan pembuahan dapat berhasil namun setelah
persilangan buatan seringkali dijumpai permasalahan antara lain buah yang
terbentuk gugur saat embrio belum matang, terbentuk buah dengan endosperm yang
kecil atau terbentuk buah dengan embrio yang kecil dan lemah. Kondisi tersebut
dapat menghambat program pemuliaan tanaman karena embrio muda, embrio dengan
endosperm kecil atau embrio kecil dan lemah seringkali tidak dapat berkecambah
secara normal dalam kondisi biasa. Mengatasi hal tersebut di atas maka embrio
tersebut dapat diselamatkan danditanam secara aseptis dalam media buatan
sehingga dapat berkecambah danmenghasilkan tanaman utuh. Teknik untuk menanam
embrio muda ini dikenal dengan sebutan
penyelamatan embrio (embryo rescue).
Selain teknik penyelamatan embrio inidikenal
juga teknik kultur embrio (embryo
culture), yaitu penanaman embrio dewasa pada media buatan secara aseptis.
Aplikasi kultur embrio ini antara lain perbanyakan tanaman, pematahan dormansi
untuk mempercepat program pemuliaan serta perbanyakantanaman yang sulit
berkecambah secara alami, misalnya anggrek, kedelai, pepaya, kacang tanah dan
kelapa kopyor. Embryo Culture atau kultur embrio adalah isolasi steril dari
embrio muda( immature embryo) atau embrio dewasa/tua ( mature embryo) secara
in-vitro dengan tujuan untuk memperoleh tanaman yang lengkap atau viabel.
Kultur embryo dapat dikatakan sebagai kultur biji (seed kultur) yaitu kultur
yang bahan tanamnnya menggunakan biji atau seedling. Kultur embryo dapat
dilakukan untuk menyelamatkan embrio yang sudah matang agar tidak mati akibat
serangan hama dan penyakit, penyelamatan embryo yang belum matang dan
menumbuhkannya pada media kultur yangsesuai. Berdasarkan tujuan dan jenis
embrio yang dikulurkan, kultur embrio digolongkan menjadi:
1.
Kultur Embrio Muda (Immature
Embryo Culture)
Tujuan mengkulturkan embrio muda ini adalah
menanam embrio yang terdapat pada buah muda sebelum buah tersebut gugur
(mencegah kerusakan embrio akibat buahgugur) sehingga teknik ini disebut
sebagai Embryo Rescue (Penyelamatan Embrio).Kondisi seperti ini biasanya sering
dijumpai pada buah hasil persilangan, dimana absisi buah kerap kali dijumpai
setelah penyerbukan dan pembuahan. Contohnya adalah pada persilangan anggrek
Vanda spathulata dimana absisi atau gugur buah pada saat buahmasih muda yaitu
setelah berumur 3 bulan setelah persilangan padahal buah anggrek
Vanda spp. akan mengalami masak penuh setelah
berumur 6 bulan. Apabila buah initidak diselamatkan atau dipetik dan kemudian
dikecambahkan maka tidak akan diperoleh buah hasil persilangan. Perkecambahan
biji yang masih muda di lapangan sangat sulit bahkan pada beberapa kasus hampir
tidak mungkin bisa terjadi. Oleh karena itu, buahyang belum tua (2 – 4 bulan)
pada anggrek Vanda tersebut kemudian dipanen dandikecambahkan secara
in-vitro.Budidaya embrio muda ini lebih sulit dibandingkan dengan budidaya
embrio yangtelah dewasa. Embrio yang terdapat dalam biji belum sepenuhnya
berkembang dan belummembentuk radicula dan plumula yang sempurna. Selain itu,
biji velum memilikiendosperm atau cadangan makanan yang memadai dalam mendukung
perkembangan dan perkecambahan embrio. Oleh karena itu, perlu disediakan media
kultur yang memadai bagi perkembangan embrio muda ini. Pada beberapa kasus
kadangkala dijumpai embriomasih dorman sehingga perlu ditambahkan hormon
tanaman yang bisa memecahkandormansi biji ini, misalnya Giberellin.
2.
Kultur Embryo Dewasa (Mature
Embryo Culture)
Kultur embrio dewasa dilakukan dengan
membudidayakan embrio yang telahdewasa. Embrio ini diambil dari buah yang telah
masak penuh dengan tujuan merangsang perkecambahan dan menumbuhkan embrio
tersebut secara in-vitro. Teknik kultur iniumumnya dikenal dengan sebutan
Kultur Embrio (Embryo Culture). Kultur embrio lebih mudah dilakukan
dibandingkan dengan penyelamatan embrio. Hal ini disebabkan karena embrio yang
ditanam adalah embrio yang telah berkembang sempurna sehingga media tanaman
yang digunakan juga sangat sederhana.
3.3 Faktor yang Mempengaruhi Teknik
Kultur Embrio
Faktor yang mempengaruhu kesuksesan kultur
embrio adalah:
1.Genotipe
Pada suatu spesies, embrio mudah diisolasi dan tumbuh, sementara pada
tanaman lain agak lebih susah.
2.Tahap (stage) embrio diisolasi
Pada tahapan yang lebih besar (lebih tinggi) lebih baik bila dilakukan
pengisolasian embrio.
3.Kondisi tumbuhan
Sebaiknya ditumbuhkan di rumah kaca/ kondisi terkontrol. Embrio harus cukup
besar dan berkualitas tinggi.
4.Kondisi media
· Hara makro dan mikro
· pH 5.0 –
6.0c. Sukrosa sebagai sumber energi. Embrio yang belum matang perlu 8–
12%,embrio matang perlu 3%
· Auksin
dan sitokinin tidak diperlukan. GA diperlukan untuk memecahkan dormansi
· Vitamin (optional)
· Senyawa organik (opt), air kelapa, casein hydrolisate, glutamin (penting)
5.Lingkungan
· Oksigen (perlu oksigen tinggi)
· Cahaya :
kadang embrio perlu ditumbuhkan dalam gelap selama 14 hari,kemudian ditransfer
ke cahaya untuk merangsang sintesa klorofil
· Suhu :
kadang perlu perlakuan dingin (vernalisasi, 40°C) untuk memecah dormansi
DAFTAR PUSTAKA
e-book: Embryo Rescue Techniques - EDITION OF SBW INTERNATIONAL BV
George and Sherrington, 1984. Plant Propagation by Tissue Culture.
Exegetics Ltd. England.
http://www.fp.unud.ac.id/biotek
Luri, S. 2009. Diakses dari http://kultur-jaringan.blogspot.com tanggal 7
Maret 2011.
Nasir, M. 2002. Bioteknologi Molekuler. PT. Citra Aditya Bakti, Bandung.
Slater, A., N. Scott. & M. Fowler. 2003. Plant Biotechnology. Oxford
university Press, inc, New York.
Sugito, H
dan A. Nugroho, 2004. Teknik Kultur Jaringan. Penebar Swadaya, Yogyakarta.
Wetter, L. R. dan F. Constabel, 1991. Metode Kultur Jaringan Tanaman. ITB
Press. Bandung.
Zulkarnain. 2009. Kultur Jaringan Tanaman. Bumi Aksara, Jakarta.
ADA COMENT: CP, 085376053899
Tidak ada komentar:
Posting Komentar